Etika Menghargai Karya Orang Lain di Medsos

pixabay by Rosiette-Stock

MENGUTIP Maslow Hierarchy of Needs, penghargaan diri atau aktualisasi diri merupakan bagian dari kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi untuk tercapai kebahagiaan yang hakiki. Di era digitalisasi seperti sekarang, penghargaan di ruang digital sama pentingnya dengan aktualisasi di realitas kehidupan nyata.

Namun,  menurut Maria Ulva Nalaraya  S.Tr.Keb.Bd, Bidan PNS dan Karang Taruna Kabupaten Sumbawa dalam Webinar Literasi Digital wilayah Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, Kamis 14 Oktober 2021, penghargaan dunia nyata dan dunia maya kadang berbeda wujud, cara, maksud penyampaian dan penerimaannya.

“Penerapan etika sering lebih lemah dalam interaksi di ruang digital termasuk juga penerapan digital skill culture dan digital safety,” ujar Maria Ulva dalam webinar yang dipandu oleh Idfi Pancani ini.

Dijelaskannya juga bahwa aktualisasi diri sangat penting misalnya saat kita menghargai tamu atau teman di dunia nyata cukup dengan menyapa. “Ini sangat penting sebenarnya padahal sering dianggap sepele tapi orang butuh disapa,” imbuhnya lagi.

Sementara di dunia nyata dan dunia maya berbeda wujud penghargaan yang diberikan serta berbeda caranya, maksudnya berbeda dan efeknya juga berbeda. Maksudnya semisal ada orang yang kita lihat di dunia nyata sopan santun nya tapi kadang di dunia maya lebih blak-blakan dan membuat banyak orang tersinggung. Padahal belum tentu ia tak sopan bisa jadi malah yang membacanya sendiri yang baper .

Kalau dunia nyata biasanya lebih mudah kita bisa lihat ekspresi orang lain, tanggapan orang lain atau respon yang diberikan orang lain sehingga bisa langsung mengubah kata-kata kita atau sikap kita. Tapi itu jika dalam dunia nyata, beda lagi kalau dunia maya karena kita tidak bisa melihat ekspresi orang apakah dia tersinggung ataukah kecewa dengan komentar kita.

Asyik di Ruang Digital, Jangan Lupa Indonesia adalah Negara Multikultural

“Karena apa yang disampaikan di dunia maya kadang tidak sesuai dengan hatinya kalau dia kecewa ya dia bisa bilang nggak apa-apa padahal kecewa,” jelas Ulva.

Itulah mengapa perlu penerapan etika digital juga di dunia maya karena bisa menjadi power branding kita lebih baik. “Dalam etika yang penting adalah masalahnya apa, penyebabnya apa, bagaimana solusinya, seperti apa ketika kita menghargai karya orang lain,” beberanya.

Masalahnya terkait etika banyak sekali etika-etika yang sering kita langgar dalam berinteraksi di media sosial. Semisal pembajakan karya orang lain, berkomentar stigma negatif, bullying, cacian penggunaan anonym, kurangnya atau rendahnya apresiasi dan masyarakat tidak menghargai karya orang lain dengan melakukan plagiarism.

“Kesemuanya ini penyebabnya bisa karena kurangnya kesadaran penggunaan medsos, rendahnya pengawasan, penggunaan akun anonim atau bodong, pengguna yang masih sangat muda dan banyaknya konten-konten negatif.”

Selain Maria Ulva juga hadir pembicara lainnya yaitu Fendi, Founder Superstar Community Indonesia, M.Randy Mandala, IR.RS Anggrek Mas dan Vizza Dara sebagai Key Opinion Leader.

Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) bersama Siberkreasi. Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.

Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital. (kanalbali/RLS)

Apa Komentar Anda?

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.