
DENPASAR, kanalbali.id – Gubernur Bali, I Wayan Koster merespon keluhan sejumlah petugas pengangkut sampah di Bali atas penutupan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung, Denpasar, bagi sampah organik.
Gubernur Koster secara tegas mengatakan, bahwa soal sampah organik harus diolah masyarakat sendiri kendati ada yang keberatan soal kebijakan tersebut.
Bahaya Penggunaan Internet yang Tidak Sehat
“Memangnya mau dibiarkan menggunung. Tidak bisa, itu harus dihentikan sampah organiknya, harus diolah di rumah sendiri. Solusinya olah sampah di rumah tangga, pilah, organik dan non organik,” kata Koster usai menghadiri upacara pengukuhan Satuan Tugas (Satgas) Patroli Imigrasi di wilayah Bali, di Pelabuhan Benoa, Denpasar, Bali, pada Selasa (5/8) sore.
Nyanyian Rindu Ibu Guru Saat Musim Corona
soal Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) di Bali, siapa atau tidak, tentu Pemerintah Kabupaten dan Kota di Bali harus membuat TPST.
“kabupaten dan kota harus bikin. Ga bisa dibiarkan. (Soal antrean di TPA Suwung) harus ditangani oleh pemda. Kalau enggak itu akan menggunung terus,” jelasnya.
Ia juga menyatakan, bahwa memang tidak boleh saat ini petugas pengangkut sampah membuang sampah di depo atau Tempat Penampungan Sementara (TPS). Tetapi sampah hanya boleh dibuang di TPST itupun harus dipilah mana yang organik dan non organik.
Sementara, terkait adanya sampah-sampah yang menumpuk di jalan-jalanan Denpasar maupun di Kabupaten Badung, itu harus segera diselesaikan oleh bupati dan walikota.
“selesaikan oleh wali kota dan bupati Badung. Tanggung jawab daerah (masing-masing),” jelasnya.
Ia juga menyatakan, penutupan TPA Suwung karena sampah di sana terus menggunung dan tidak bisa dibiarkan. Dan tidak boleh lagi ada TPA yang baru di Pulau Bali.
“Kan itu menggunung terus dia, emang mau dibiarin, siapa yang mau. Enggak bisa, enggak boleh lagi ada TPA baru. Semua sampah harus berbasis sumber,” ujarnya.
Gubernur Koster menegaskan, bahwa persoalan sampah organik harus diselesaikan sendiri oleh masyarakat maupun Pemkab dan Pemkot di Bali.
“Selesaikan sendiri, sampah dibikin sendiri, diselesaikan sendiri. Jangan sampah bikin sendiri orang yang (lain) suruh yang urus. Kamu juga kalau punya sampah sendiri bikin sampah suruh yang urus, bawa ke rumah orang lain, mau?. Saya punya sampah saya kirim ke rumah mu, mau?. Harus selesai di tempatmu sendiri,” ujar Koster.
Sebelumnya, sejumlah motor cikar (moci) pengangkut sampah terparkir rapi di luar Kantor Gubernur Bali, yang berlokasi di Jalan Basuki Rahmat Nomor 1, Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar, para Senin (4/8).
Terparkirnya moci tersebut, tentu aroma bau tercium menusuk hidung dan sebagian besar bak moci penuh dengan tumpukan sampah.
Para petugas pengangkut mengeluhkan kebijakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali yang tidak memperbolehkan mereka mengirim sampah ke depo atau tempat pembuangan sampah (TPS). Dan mereka sampai berdemo ke Kantor Gubernur Bali, dan salah satu TPS yang tidak bisa menerima sampah kiriman dari petugas pengangkut adalah TPS Yangbatu di Desa Dangin Puri Kelod, Kecamatan Denpasar Timur.
“Sehubungan dengan adanya teman-teman mau demo seperti ini, untuk penyelesaian bisa membuang di tempat pembuangan depo Yangbatu organik dan anorganiknya. Karena di satu sisi di Jalan Hayam Wuruk (Denpasar) ada sampah berserakan di jalan, kok di sana saja diambil, ada apa ini?,” kata Widana salah satu petugas pengangkut sampah.
Widana menyatakan, bahwa hanya ada dua depo saja yang tidak boleh menerima sampah, yaitu di Yangbatu dan Kreneng, Denpasar. Sementara, dia melihat sampah berserakan di sekitaran Jalan Hayam Wuruk, diambil petugas.
“Padahal sampah organik dan anorganik di sana. Sedangkan di jalan-jalan yang lain nggak diambil DLHK. Sedangkan kita membuang sampah di depo Yangbatu disuruh memilah plastik saja, sampah lain dibawa ke mana?,” jelasnya.
Pihaknya juga menyatakan, telah bertemu dengan perwakilan Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup (DKLH) Bali untuk difasilitasi mediasi serta meminta agar dicarikan waktu sehingga ada jawaban terkait depo dan TPS yang dilarang menerima sampah.
“Iya mediasi dengan Bapak Kepala DLHK Provinsi Bali. Dicarikan waktu kapan dan perwakilan 3 (atau) 4 orang biar ada jawaban. Kalau sekarang ini karena spontanitas teman-teman ke sini, karena nggak bisa buang (sampah),” jelasnya. ( kanalbali/KAD )