Kena Sidak DPRD Bali, Pabrik Diduga Milik WNA Rusia Ternyata Bukan Lahan Tahura

Peninjauan lapangan lokasi pabrik yang diduga milik WNA Rusia- IST
Peninjauan lapangan lokasi pabrik yang diduga milik WNA Rusia- IST

DENPASAR, kanalbali.id– Geger gara-gara inspeksi mendadak DPRD Bali  yang menemukan pabrik milik WNA Rusia di lahan yang dikira bagian dari Tahura bikin geger saja. Tapi ternyata, pihak Kantor Wilayah (Kanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Bali, menyatakan lokasinya bukan bagian dari Tahura.

Kepala Kanwil BPN Provinsi Bali, I Made Daging mengatakan,  dirinya bersama jajaran terkait, pada tanggal 19 September 2025 telah melakukan peninjauan lapangan.

“Status kepemilikan dan kesesuaian tata ruang bidang tanah yang menjadi objek pemberitaan telah memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama seorang warga negara Indonesia (WNI) asal Bali sejak tahun 2017 dengan luas 3.050 m² (meter persegi),” kata Made Daging dalam keterangan tertulisnya, Senin (22/9).

“Hak kepemilikan ini sah dan telah diwariskan kepada ahli warisnya. Menurut Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8, Tahun 2021,” imbuhnya.

Ia juga menyebutkan, lahan tersebut termasuk dalam kawasan perdagangan dan jasa dan berdasarkan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Wilayah Perencanaan (WP) Selatan atau Perwali Nomor 8, Tahun 2023, lahan ini masuk dalam kawasan peruntukan industri.

Kemudian, dari hasil pengecekan pada peta pendaftaran tanah, lahan tersebut tidak termasuk dalam kawasan hutan atau Tahura dan batas bidangnya masih jelas terpasang.

“Hal ini sudah dikonfirmasi juga oleh pihak Tahura dan Dinas Kehutanan Provinsi Bali pada saat peninjauan anggota Khusus (Pansus) Tata Ruang, Aset dan Perizinan (TRAP) DPRD Provinsi Bali pada Hari Rabu, 17 September 2025, bahwa bidang tanah tersebut tidak masuk kawasan hutan,” imbuhnya.

Ia menerangkan, bahwa di atas lahan tersebut, berdiri sebuah bangunan gudang dan kantor yang digunakan oleh BimX Bali Development, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi. Saat ini, kondisi bangunan tersebut diberi garis tanda disegel oleh pihak berwajib, karena adanya dugaan masalah terkait perizinan yang sedang dalam proses investigasi. Berdasarkan informasi dari warga disekitar tempat tersebut aktivitas usaha dari perusahaan tersebut ditutup.

Kemudian, untuk batas kawasan hutan peninjauan lapangan pada tanggal 19 September 2025, memastikan bahwa batas-batas Tahura masih terpasang dengan jelas di luar batas bidang tanah milik WNI yang dimaksud.

Sementara, untuk keterlibatan pihak asing berdasarkan keterangan dari warga sekitar lokasi, bangunan gudang tersebut diduga dimiliki oleh WNA asal Rusia. Pihak berwenang sedang mendalami informasi ini untuk menindaklanjuti dugaan tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Kemudian, berdasarkan data pada Komputerisasi Kegiatan Pertanahan (KKP) Kementerian ATR/BPN kepemilikan bidang tersebut masih atas nama WNI atau ahli waris 6 orang dan tidak ada catatan ataupun informasi terkait kepemilikan orang asing.

“Kami mengimbau masyarakat untuk tidak mudah terprovokasi oleh informasi yang belum terverifikasi dan menunggu hasil investigasi resmi dari instansi terkait. Kami berkomitmen penuh untuk menegakkan aturan dan memastikan setiap kepemilikan tanah di Bali berjalan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,” ujarnya.

Sementara, Kabid Penataan dan Pemberdayaan Kantor Wilayah (Kanwil) BPN Bali, I Made Herman Susanto juga mengatakan, secara fisik saat diceks lahan itu memang benar di luar kawasan Tahura dan patok kehutanan juga masih ada.

Selain itu, ketika Pansus Tata Ruang, Perizinan, dan Aset Daerah DPRD Provinsi Bali, melakukan inspeksi mendadak di lokasi pada Rabu (18/9), dari pihak Tahura juga telah menyampaikan bahwa batasnya tidak masuk kawasan Tahura.

“Kita cek lokasi, kita cek database-nya bahwa di sana kepemilikannya dari tahun 2017 itu masih atas nama warga Negara Indonesia dan bahkan orang lokal Bali. Jadi dimiliki warga asing itu, di data kami tidak tercatat atau tidak ada terlapor bahwa ini dimiliki oleh warga negara asing,” kata Susanto.

Ia menerangkan, kalau memang ada pemberian hak pakai kepada orang asing itu biasanya terdaftar di kantor pertanahan.

“Kalau orang asing itu, kan hak pakai yang boleh di Indonesia. Itu, kalau dia ada pemberian hak pakai di atas hak milik,
karena bedasarkan sewa-menyewa, misalnya 25 tahun atau 35 tahun, itu biasanya didaftar di kantor pertanahan dan itu bisa diterbitkan hak pakai di atas hak milik,” jelasnya.

“Dan secara sertifikat kepemilikan itu, kita bicara kepemilikan, itu masih tercatat atas nama WNI dan berbentuk hak milik. Tapi kalau mengenai aktifitas pabrik ini, mungkin mereka sewanya kerjasama, itu sebenarnya bukan ranah dari BPN, karena itu terkait dengan perizinan dan kesesuaian dengan tata ruang,” ujarnya.

Sebelumnya, kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) atau kawasan mangrove di Kota Denpasar, Bali, diduga banyak diserobot oleh bangunan yang tak berizin dan terjadi dugaan ahli fungsi lahan di kawasan konservasi itu.

Bahkan, di kawasan hijau itu ditemukan sebuah pabrik konstruksi yang dimiliki oleh Warga Negara Asing (WNA) asal Rusia. Hal tersebut diketahui ketika Pansus Tata Ruang, Perizinan, dan Aset Daerah DPRD Provinsi Bali, melakukan inspeksi mendadak di lokasi pada Rabu (18/9).

Ketua Pansus Tata Ruang, Perizinan, dan Aset Daerah DPRD Bali, I Made Supartha mengatakan, bahwa inspeksi mendadak itu dilakukan pada pasca terjadinya banjir besar yang melanda sejumlah wilayah Pulau Bali, pada Rabu (10/9) lalu.

“Jadi kami dari pansus tata ruang itu ngecek ruang-ruang ini yang ada. Supaya ke depan kalau hujan datang lagi, tidak terjadi banjir. Datanglah kami ke daerah mangrove itu. Daerah mangrove itu kan green belt, artinya sabuk hijau Bali. Dari mulai Sanur sampai ke Nusa Dua itu kan wilayah hutan-hutan bakau, semua tahura, taman hutan rakyat,” kata Supartha, saat dihubungi Jumat (19/9).

Kemudian, saat melakukan inspeksi mendadak itu dirinya kaget karena di kawasan Tahura di Denpasar, sudah banyak sekali bangunan untuk tempat-tempat usaha. Salah satunya, yang dimiliki oleh WNA Rusia.

“Kami kan ini ngecek ke sana, sudah banyak sekali ada bangunan. Ini kelihatannya sudah alih fungsi dari lahan bakau atau hutan bakau Ini menjadi lahan-lahan banyak kegiatan. Jadi bentuk alih fungsinya seperti apa, maka kami cek di sana. Memang benar ada alih fungsi lahan mangrove. Dan sudah keluar sertifikat banyak gitu,” imbuhnya.

Padahal menurutnya, sesuai Undang-undang kehutanan dan lingkungan itu tidak boleh ada sertifikat tanahnya, karena di sana adalah lahan konservasi dan itu ada aturannya.

“Kami cek BPN ( Badan Pertanahan Nasional di Bali), ternyata rata-rata di sana sudah sertifikatnya. Itu ada 50 are (meter persegi), ada 70 are, ada 28 are, ada 30 are. Banyak sekali itu di wilayah konservasi,” ungkapnya.

Bahkan, salah satunya dirinya menemukan pabrik milik warga Rusia yang berdiri di hutan tersebut dan ketika diceks izinnya, pihak manajemen tidak bisa menunjukkan izin bangunan pabrik tersebut.

“Salah satunya di hutan bakau itu, kita temui pabrik manufaktur, infrastruktur untuk kepentingan hotel dan restoran, untuk kepentingan vila. Jadi bahan bakunya itu, barang-barang sudah jadi itu untuk terkait pembangunan vila, restoran, hotel itu di situ sumbernya,” jelasnya.

“Salah satunya ada PMA (Penanaman Modal Asing), itu orang-orang Rusia, ini enggak bagus. Kami cek izinnya pada waktu itu, manajemen itu enggak bisa menunjukkan izin secara konkret, secara real, dari mana fisik izin enggak ada. Oleh karenanya, kami tutup segala kegiatan yang dilarang dulu. Kan itu perintah Undang-undang tata ruang,” ungkapnya. (kanalbali/KAD)

Apa Komentar Anda?