Apa Itu Tumpek Landep, Begini Filosofi dan Tradisi Sakral di Bali

Apa Itu Tumpek Landep, Begini Filosofi dan Tradisi Sakral di Bali
Apa Itu Tumpek Landep, Begini Filosofi dan Tradisi Sakral di Bali/ Unsplash/ kanalbali

DENPASAR, kanalbali.id –  Setiap enam bulan sekali, umat Hindu di Bali merayakan Tumpek Landep, sebuah hari suci yang jatuh pada Saniscara Kliwon (Sabtu Kliwon) Wuku Landep, sesuai kalender Bali.

Kata “landep” yang berarti “tajam” menjadi inti dari hari suci ini, di mana umat mempersembahkan pemujaan untuk menyucikan benda-benda berbahan logam, khususnya yang bersifat tajam. Lantas, apa makna mendalam dari Tumpek Landep, dan bagaimana tradisi ini dilaksanakan di Pulau Dewata? Berikut ulasan lengkapnya.

Makna Filosofis Tumpek Landep

Tumpek Landep berasal dari dua kata: “tumpek” yang berarti dekat atau berkumpul, dan “landep” yang merujuk pada ketajaman. Hari suci ini didedikasikan untuk memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam wujud Sang Hyang Siwa Pasupati, yang melambangkan kecerdasan dan ketelitian.

Dalam lontar Sundarigama disebutkan, “Tumpek landep pinaka landeping idep,” yang berarti Tumpek Landep bertujuan untuk mengasah ketajaman pikiran. Filosofi ini mengajak umat untuk mempertajam kecerdasan batin dan intelektual demi menjalani kehidupan dengan penuh kewaspadaan.

Tradisi Pelaksanaan Tumpek Landep di Bali

Tumpek Landep diperingati setiap 210 hari sekali, sesuai siklus kalender Bali, tepatnya pada Saniscara Kliwon Wuku Landep. Dalam tradisi ini, umat Hindu Bali melaksanakan upacara untuk menyucikan benda-benda berbahan logam, khususnya senjata tradisional seperti keris, tombak, pedang, hingga pisau. Bagi masyarakat agraris, hari ini juga menjadi momen untuk mengupacarai alat-alat pertanian yang mendukung mata pencaharian mereka.

Menurut Gusti Ngurah Puger dalam jurnal Daiwi Widya (Vol. 09 No. 1, Juni 2022), inti dari upacara Tumpek Landep adalah penggunaan banten Sesayut Jayeng Perang, atau dikenal juga sebagai Sesayut Pasupati. Kata “sesayut” berasal dari “ayu” yang berarti selamat, sedangkan “Jayeng Perang” merujuk pada kemenangan dalam menghadapi peperangan, yang dalam konteks ini diartikan sebagai tantangan kehidupan sehari-hari.

Seiring perkembangan zaman, tradisi Tumpek Landep turut berkembang. Kini, selain senjata tradisional dan alat pertanian, umat juga mengupacarai berbagai produk teknologi berbahan logam, seperti motor, mobil, komputer, hingga televisi. Benda-benda ini dianggap mempermudah kehidupan manusia, sehingga layak mendapat penghormatan agar keberadaannya terus mendatangkan manfaat.

Simbolisme Tumpek Landep

Tumpek Landep bukan sekadar upacara untuk menyembah benda-benda berbahan logam. Lebih dari itu, upacara ini mengandung makna spiritual untuk memohon berkah agar benda-benda tersebut dapat mendukung kehidupan manusia secara positif. Tradisi ini mencerminkan keseimbangan antara penghormatan terhadap warisan budaya dan adaptasi terhadap kemajuan teknologi, menjadikan Tumpek Landep sebagai salah satu hari suci yang kaya akan simbolisme di Bali.

Dengan pelaksanaan yang penuh khidmat, Tumpek Landep terus memperkuat nilai-nilai spiritual dan budaya masyarakat Bali, sekaligus menjaga harmoni antara manusia, alam, dan teknologi. ***

Apa Komentar Anda?