Pernahkah terbayangkan menikmati konser dengan kapasitas sound system hingga 80.000 watt dengan penonton yang terbatas?. Getarannya begitu kuat menggelegar, menggema hingga sanubari, layaknya pekikan kerinduan berharap kondisi kembali pulih seperti sebelum pandemi COVID-19 melanda.
Seperti itulah pengalaman ketika menikmati konser Bali Revival 2020. Meski penonton tak banyak, konser itu begitu riuh, luapan euforia tercurah bahkan nyaris pecah, apalagi saat kembang api dinyalakan di penghujung acara. Luapan asa untuk kembali seperti normal membumbung di angkasa dan menyebar ke segala penjuru.
Para penonton dari segala usia, Sabtu petang (15/08) itu, kembali merasakan semaraknya menyaksikan gelaran konser tanpa harus melalui jalur streaming yang kadang terganggu oleh kualitas jaringan internet.
Gelaran itu begitu eksklusif dengan penonton yang dibatasi, terlihat tak sampai tiga ratus orang. Namun, tiket seharga 400 ribu rupiah per mobil, dengan empat penumpang didalamnya, telah ludes terjual hanya dalam waktu satu pekan.
Puluhan mobil berjejer di lantai tiga parkir mobil di Monkey Forest, Ubud tempat digelarnya Bali Revival 2020. Selama tiga hari sedari 15 hingga 17 Agustus, kawasan parkir itu berubah menjadi gigs konser mewah. Persis seperti gelaran bergengsi, Soundadrenaline maupun syncronest fest yang dibatalkan gara-gara virus corona.
Jos Dharmawan penggagas acara mengemukakan, konsep acara ini memadukan antara drive-in dan pertunjukan konser umumnya. Jarak fisik (physical distancing) otomatis tercipta antara penonton yang dibatasi dengan mobil yang mereka bawa, sekitar dua meter.”Kita memang hanya menargetkan penonton hingga 300 orang,” terangnya.
Sejatinya, gelaran konser ini ibarat bermain bola adil, penuh dengan peluang dan kemungkinan. Selain menjadi momentum kebangkitan industri hiburan di Pulau Dewata, juga berpotensi menciptakan transmisi virus corona.
Kendati demikian, terus terkungkung dalam ketakutan bukankah juga menurunkan imunitas ?. Seperti ungkapan yang dikemukakan Dadang ‘pohon tua’, bahwa pandemi menciptakan tiga krisis, kesehatan, ekonomi dan mental, bukankah krisis mental juga penting untuk diberantas?
Saat memasuki areal konser, pengamanan protokol kesehatan dilakukan dengan ketat. Sebelum masuk menuju gigs, terlebih dahulu petugas melakukan penyemprotan desinfektan, juga pengecekan suhu tubuh kepada setiap pengunjung.
Di sekitaran panggung, banyak terdapat tempat cuci tangan. Puluhan petugas terlihat cermat mengawasi setiap penonton yang masuk bersama mobilnya. Terdapat tiga penampil sore itu. Diantaranya grup anyar besutan Pohon Tua Creatorium, ‘Manja’, ‘Di Ubud’ yang sudah malang melintang di skena musik Bali sejak tahun 2000-an serta trio folk ballad, Dialog Dini Hari.
Di hari kedua, (Minggu, 16/08), terdapat Penyanyi lokal Dek Ulik, Jun Bintang, The Strongking serta sang ‘Jazz-man’ Balawan turut ambil bagian dalam gelaran itu. Dan hari terkhir (Senin 17/08) giliran Lolot, The Hydrant dan Navicula yang menghentak.
Salah satu penonton, Vanesa mengungkapkan kegirangannya saat menyaksikan konser ini. “Sudah lama banget kangen nonton konser, dan sekarang kesampaian,” ungkapnya sumringah. Ia bersama ketiga temanya dari Denpasar dengan antusias menikmati Bali Revival 2020. “Memang dari Denpasar niat kesini untuk nonton Dialog Dini Hari,” lugasnya.
Meski begitu, menyaksikan konser di saat musim corona membuatnya tak bisa leluasa. Ia hanya bisa melihat dari sekitaran mobil yang ia naiki. “Ribet juga sih tapi nikmati sajalah, semoga kedepan kondisinya membaik, vaksin corona ditemukan, biar bisa bersenang-senang lagi,”selorohnya.
( kanalbali/WIB )