Catatan Polda Bali: Kasus Kekerasan Terhadap Anak dan Perempuan Meningkat di 2022

Ilustrasi penganiayaan anak - IST

DENPASAR, kanalbali.id – Kasus kekerasan kepada perempuan dan anak di tahun 2022 meningkat di Pulau Bali. Untuk kasus kekerasan kepada perempuan didominasi oleh kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Sementara, untuk kasus kepada anak didominasi oleh kekerasan seksual atau pencabulan,”Kalau di data kami ada peningkatan. Karena antara jumlah yang sebelumnya di 2021 meningkat sedikit di 2022,” kata Kasubdit IV PPA Ditreskrimum Polda Bali, AKBP Ni Luh Kompyang Srinadi, saat dihubungi, Senin (12/12).

BACA JUGA: Cegah Jadi Bola Liar, Menteri Pariwisata Diminta Segera Beri Klarifikasi soal Pasal Zina di KUHP

Dari data yang didapat, untuk berupa kasus ialah kasus kekerasan, kejahatan seksual, ataupun kriminalitas. Untuk penanganan kasus perempuan sebagai korban di tahun 2021 mencapai 241 kasus. Sementara, per November 2022 mencapai 248 kasus, yang didominasi kasus KDRT dan mengalami peningkatan sebesar 2,9 persen.

Sementara, untuk penanganan kasus untuk anak sebagai korban di tahun 2021 tercatat sebanyak 73 kasus. Sedangkan per November 2022 sebanyak 87 kasus atau mengalami peningkatan cukup signifikan yaitu 19 persen.

“Untuk perempuan sebagai korban itu banyak di kasus KDRT. Kalau anak didominasi oleh kasus kekerasan terhadap anak persetubuhan dan pencabulan,” imbuhnya.

AKBP Kompyang menyebutkan, bahwa peningkatan kasus yang terjadi 2022, menurutnya karena saat ini masyarakat memiliki kesadaran sehingga berani berbicara bila menjadi korban. Selain itu, ia menilai dengan berlakunya Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

“Mungkin, dengan berlakunya Undang-undang TPKS keberanian orang untuk speak up, berani berbicara itu semakin tinggi juga. Dan sudah ada kesadaran masyarakat tentang hukum dan perlindungan terhadap kekerasan seksual, itu juga semakin banyak,” ujarnya.

BACA JUGA:

Bali International Fashion Festival 2022 Tandai Grand Opening Lenny Hartono Jewelry & Lifestyle.

Waspada Kasus Kekerasan Seksual

Ia juga menyatakan, bahwa untuk kasus KDRT yang banyak terjadi karena dipicu masalah kecil dan akhirnya melakukan penganiayaan kepada perempuan. Lalu, untuk kasus dan anak yang menjadi korban kekerasan seksual rata-rata dilakukan oleh orang terdekatnya.

“Kalau KDRT, faktor ekonomi tidak mendominasi hanya perselisihan miss komunikasi di dalam keluarga. Permasalahan kecil, kadang-kadang melakukan (penganiayaan), tidak murni karena ekonomi karena mereka (suami-istri) sama-sama memiliki kerja. Kalau untuk (kekerasan seksual pada anak) rata-rata yang banyak terjadi orang yang dekat dan kenal yang melakukannya,” ungkapnya.

Ia juga berharap, kedepannyan tidak terjadi peningkatan kasus KDRT dan kekerasan seksual kepada anak. Namun, kalaupun hal itu terjadi kepada masyarakat berarti korban sudah berani berbicara dan hal itu sangat bagus agar pihaknya bisa mengetahui dan secepatnya melakukan penanganan terhadap korban.

“Dan benar-benar diberikan untuk pemulihan terhadap korban, perlindungan terhadap korban, itu dilakukan. Sekarang orang berani bersuara karena banyak informasi, terus ada media juga. Mungkin dulu, lebih besar di sebelum tahun 2021 dan mungkin lebih banyak tetapi tidak ada yang berani melapor,” ujarnya. (kanalbali/KAD)

Apa Komentar Anda?

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.