Hantu dan Mahluk Astral di Lukisan Made Kaek

Made Kaek dan lukisannya - RFH

GIANYAR, kanalbali.com –Dua tahun masa pandemi seolah membuat aktivitas seni rupa Bali telah berhenti. Kini geliatnya mulai terasa kembali, salah-satunya melalui pameran yang dihelat di Rumah Paros Galeri di Sukawati, Gianyar, Bali.

Perupa Bali yang menampilkan lukisan-lukisannya adalah I Made Kaek. “Ini karyaku selama masa dua tahun pandemi,” kata Kaek, Senin (911/7/2022). Di masa itu, ia justru memiliki banyak waktu untuk berkonsentrasi dan menghasilkan puluhan karya baru.

BACA JUGA : The Art of Mother Art, Persembahan Yaari Rom untuk Ibu Pertiwi

Gaya lukisannya masih tetap dengan genre sebelumnya dimana kanvas dipenuhinya dengan figur-figur abstrak. Bedanya, dia terlihat makin berani bermain-main dengan kombinasi warna, termasuk dengan memasukkan nuansa yang lebih cerah.

Karenanya, kesan menyeramkan dari mahluk-mahluk itu pun sebagian justru menyiratkan kegembiraan layaknya imajinasi anak-anak mengenai hantu-hantu yang lucu. “Soal pemaknaan aku serahkan ke penikmat karyaku, mereka tentu punya referensi tersendiri saat melihatnya,” kata Kaek.

Pameran yang diberi tajuk ‘Cryptic: Sublimity of Made Kaek’ akan berlangsung hingga 9 Agustus 2022 nanti. Selain 16 lukisan yang dikerjakan selama pandemi Covid-19, pameran ini juga menyajikan 19 pahatan batu paras yang merupakan alih rupa dari sketsa karya Made Kaek.

Dalam pengamatan budayawan Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra menikmati karya Made Kaek dari dua hal. Pertama, warna-warna otentik yang ia sebuat dalam melukis Kaek tidak menggunakan tetapi menciptakan warna.

Ia menyebut seperti kebanyakan pelukis hebat berbakat, Kaek pun telah melampaui tantangan meramu warna. Makanya, warna-warna lukisan Kaek berada di luar warna dasar yang lazim kita kenal.

Kedua, lukisannya dipenuhi dengan sosok-sosok yang cryptic atau samar yang secara leksikal berarti kabur, sayup-sayup, tersembunyi, gaib, saru, dan kurang jelas. Enam arti itu ternyata perlu ditambah dalam pemakaiannya pada konteks lain dengan konotasi lain, misalnya ‘menyamar’, tidak saja berarti ‘menyembunyikan’ (diri) tetapi juga berkonotasi mengelabui, membuntuti, menghilangkan jejak. Kisah-kisah detektif atau kriminalitas banyak diwarnai dengan adegan atau tindakan penyamaran.

Darma Putra yang juga Koordinator Program Studi Doktor Kajian Budaya Universitas Udayana menjelaskan samar –dalam konteks kekaryaan Made Kaek– menjadi konsep yang menantang untuk mencari makna tanpa batas.

“Kalau semuanya jelas, perjuangan menemukan makna akan berhenti, tidak ada lagi kreativitas. Dengan kata lain, samar bukanlah jawaban ketika makna tidak ditemukan atau relativitasnya disepakati, tetapi awal dari pencarian tiada henti yang mesti dinikmati,” tuturnya. (kanalbali/RFH)

 

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.