I Wayan Suardana, Mengukir Filosofi Alam Semesta dalam Batang Hanao

Dr. Drs. I Wayan Suardana, M.Sn membuat karya yang kaya dengan filosofi - IST
Dr. Drs. I Wayan Suardana, M.Sn membuat karya yang kaya dengan filosofi - IST

DENPASAR, kanalbali.id –  Di balik setiap karya seni yang memukau, selalu ada kisah dan pemikiran mendalam dari seniman yang melahirkannya.

Salah satu sosok yang patut disoroti dalam dunia seni kriya Bali adalah Dr. Drs. I Wayan Suardana, M.Sn.

Dikenal sebagai Dosen Kriya di Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, kiprahnya tak hanya terbatas di ruang-ruang perkuliahan, melainkan juga terpancar melalui karya-karyanya yang sarat filosofi, seperti “Bhuwana Sakti” yang sempat memukau pengunjung Pameran Bali Megarupa V tahun 2023.

Lahir di Petulu pada 31 Desember 1963, perjalanan artistik I Wayan Suardana dibangun di atas fondasi pendidikan seni yang kuat. Beliau menempuh pendidikan S3 Pascasarjana di ISI Yogyakarta, sebuah bekal berharga yang membentuk kedalaman pemikirannya dalam berkesenian.

Alamatnya di Jalan Raya Celuk, Gang Legong, No. 10, Sukawati, Gianyar, Bali, menjadi saksi bisu dari proses kreatif yang tak pernah berhenti.

Sebagai seorang akademisi, I Wayan Suardana tak hanya berbagi ilmu di bangku kuliah, tetapi juga secara aktif terlibat dalam berbagai perhelatan seni rupa penting.

WARA-WASTU-WARUNA: Bahtera Karsa Samudra Rupa karya wayan suardana

Kehadirannya dalam Pameran Bali Megarupa V tahun 2023, yang merupakan bagian integral dari Festival Seni Bali Jani (FSBJ) V, adalah bukti nyata komitmennya terhadap perkembangan seni rupa di Bali.

Pameran dengan tema “WARA-WASTU-WARUNA: Bahtera Karsa Samudra Rupa” ini menjadi wadah sempurna bagi Suardana untuk menampilkan visinya.

Salah satu karyanya yang menonjol dalam pameran tersebut adalah “Bhuwana Sakti”. Karya seni kriya berukuran 140×55×45 Cm yang dibuat pada tahun 2023 ini bukan sekadar objek estetis, melainkan sebuah manifestasi filosofis yang mendalam.

Dengan menggunakan batang hanao sebagai medium, Suardana mentransformasikan bahan alami ini menjadi visualisasi kompleks tentang alam semesta. Ide di balik “Bhuwana Sakti” berangkat dari pemahaman Suardana tentang alam semesta yang bundar dan berputar pada porosnya sebagai tempat kehidupan.

Namun, jauh melampaui representasi fisik, karya ini adalah penjabaran konsep “Bhuwana Agung” (alam semesta besar) dan “Bhuwana Alit” (alam semesta kecil atau manusia) yang saling berkaitan dalam kerangka “Sekala Niskala” (kasat mata dan tak kasat mata).

Pemikiran Filosofi Hindu

Ini menunjukkan bagaimana pemikiran filosofis Hindu begitu kental memengaruhi proses kreatifnya.

“Karya seni, terutama kriya, bagi saya adalah media untuk menyampaikan gagasan dan spiritualitas. Melalui ‘Bhuwana Sakti‘, saya ingin mengingatkan bahwa alam semesta ini memiliki kekuatan ilahi yang menjaga, dan kita sebagai manusia adalah bagian tak terpisahkan dari kekuatan itu,” ujar Suardana.

Secara visual, “Bhuwana Sakti” menampilkan wajah-wajah dewa yang digabungkan dengan berbagai bentuk senjata. Setiap detail ini melambangkan kehadiran dewa di setiap penjuru mata angin.

Lebih spesifik lagi, karya ini mewujudkan tiga bentuk ilahi, yaitu Tri Murti: Brahma sang Pencipta, Wisnu sang Pemelihara, dan Siwa sang Pelebur.

Visualisasi Tri Murti ini adalah cerminan dari filosofi Pengider Bhuwana, di mana para dewa bersemayam di setiap arah alam semesta, dengan tujuan agar bumi tetap kuat, sakral, berdaya, dan diberkati, atau yang dikenal dengan “Bhuwana Sakti”.

karya seniman Wayan Suardana

Karya kriya ini berbentuk bulat meruncing ke atas, terinspirasi dari bentuk kulkul (kentongan) dari bahan pohon hanao. Kentongan berbentuk bulat yang kokoh sebagai tanda alam yang sakti dan suci. Bisa pula dimaknai, kentongan berdiri tegak sebagai simbol maskulinitas (purusa). Pada bagian yang berlubang, sering dihubungkan dengan feminitas atau pradana.

“Pemilihan batang hanao sebagai media utama memperlihatkan kepekaan terhadap material lokal dan kemampuannya untuk mengolahnya menjadi sebuah karya seni rupa bernilai tinggi,” ucap Suardana.

Ia menjelaskan, teknik kriya yang presisi dan detail pada ukiran wajah dewa serta bentuk senjata menjadi bukti penguasaan materi dan teknik yang tak diragukan lagi.

“Karya ini berhasil menggabungkan nilai-nilai tradisional dengan interpretasi kontemporer, menunjukkan bahwa seni kriya dapat menjadi jembatan antara masa lalu dan masa kini,” kata Suardana, filosofis.

“Bhuwana Sakti” dipamerkan di beberapa lokasi prestisius, termasuk Gedung Kriya, Taman Budaya Bali (Art Center) Denpasar, Nata-Citta Art Space ISI Denpasar, dan Museum ARMA Ubud. Hal ini menegaskan pengakuan terhadap kualitas dan kedalaman karya I Wayan Suardana di kancah seni rupa Bali.

“Melalui karya-karya ini, saya berharap tidak hanya untukmemperkaya khazanah seni kriya Bali, tetapi juga mengajak masyarakat untuk menyelami makna filosofis yang terkandung di dalamnya,” jelas Suardana.

Sebagai seorang seniman dan pendidik, ia terus mendedikasikan diri untuk melestarikan dan mengembangkan seni kriya, membuktikan bahwa seni adalah medium abadi untuk menyampaikan gagasan, filosofi, spiritualitas, dan keindahan alam semesta. (KanalBali/Angga Wijaya)

Apa Komentar Anda?