
DENPASAR, kanalbali.id – Di tengah gempuran era digital yang serbacepat, sebuah nama mencuat dari Pulau Dewata, memegang teguh keyakinan pada kekuatan buku dan media cetak: Pustaka Bali Seni.
Didirikan oleh sastrawan asal Bali, I Wayan Suardika, lembaga ini bukan sekadar penerbit biasa, melainkan sebuah manifestasi dari kecintaan mendalam terhadap sastra, kebudayaan, dan obsesi untuk menghidupkan nilai-nilai luhur melalui karya nyata.
“Pustaka Bali Seni lahir dari dorongan pribadi yang kuat untuk menerbitkan buku secara mandiri,” ungkap I Wayan Suardika, pendiri Pustaka Bali Seni, saat ditemui pada Senin (9/6/2025).
Suardika menjelaskan bahwa sebelum mendirikan CV Pustaka Bali Seni, ia telah lama memendam impian untuk memiliki buku yang diterbitkan secara independen. Ini bukan hanya soal administratif, tetapi juga tentang visi yang lebih luas mengenai peran penerbitan dalam kehidupan kebudayaan.

Lebih dari sekadar penerbitan buku, Pustaka Bali Seni merupakan perwujudan dari obsesi dan kecintaan terhadap dunia sastra, kebudayaan, dan perbukuan. Di balik badan usaha berbentuk CV ini, terdapat cita-cita untuk hidup dari buku—baik sebagai penulis, penerbit, penjual buku, maupun penyelenggara kegiatan budaya.
“Kami tidak hanya bergerak di bidang komersial, Pustaka Bali Seni menjadi wadah untuk menyelenggarakan kegiatan seni dan budaya, termasuk menerbitkan berbagai bentuk media,” tambah Suardika. Ke depan, ia juga bercita-cita menerbitkan media seni dan gaya hidup sebagai bagian dari pengembangan budaya.
Sebuah Pilihan Berani
Mendirikan penerbit cetak di tengah arus digital yang kencang adalah sebuah keputusan yang berani. Suardika menyadari betul bahwa media digital telah merebut sebagian besar ruang informasi dan publikasi. Namun, ia memiliki alasan kuat untuk tetap bertahan di ranah media cetak.
“Media cetak memiliki karakteristik fisik yang memberikan pengalaman berbeda bagi pembaca,” jelasnya. Selain itu, masih banyak generasi—terutama baby boomer—yang lebih akrab dan nyaman dengan media cetak. Suardika juga membeberkan hasil survei kecil-kecilan yang mereka lakukan, yakni terbukti bahwa media cetak masih dibutuhkan oleh masyarakat karena dimensi, karakteristik, dan segmentasi pasarnya yang berbeda dengan media digital.
Oleh karena itu, meskipun media digital berkembang pesat, Pustaka Bali Seni tetap yakin untuk menerbitkan media fisik karena melihat masih adanya respons positif dari pasar. Ia mengakui bahwa masing-masing format memiliki kelebihan dan kekurangan.

Ranah Budaya dan Potensi Lokal Bali
Jangkauan kerja Pustaka Bali Seni sangat luas, namun tetap berakar pada ranah budaya. Kegiatan yang dilakukan meliputi penerbitan buku dan media cetak, penyelenggaraan pameran seni rupa, hingga diskusi budaya. Fokusnya adalah seni, wacana, dan penyelenggaraan berbagai bentuk kegiatan budaya lainnya.
“Kami tidak hanya bicara seni, Pustaka Bali Seni juga menyentuh wilayah yang lebih luas dalam konteks budaya besar—yakni kebudayaan yang mencakup kemanusiaan, pengetahuan umum, dan pemikiran mendalam,” tutur Suardika.
Namun, ia mengakui adanya keterbatasan sumber daya manusia—hanya terdiri dari dua orang, yaitu dirinya dan istrinya Henny Handayani—sehingga banyak rencana besar belum bisa dijalankan secara optimal.
Sebagai lembaga yang berakar di Bali, Pustaka Bali Seni memusatkan kegiatannya untuk mengangkat potensi budaya dan sumber daya lokal.
“Saat ini, kegiatan yang dapat dijalankan secara konkret mencakup penjualan buku, penerbitan media cetak seni, diskusi terbatas antar seniman, dan penyelenggaraan pameran seni rupa. Visi jangka panjang Pustaka Bali Seni adalah menjadi garda depan dalam kegiatan-kegiatan kebudayaan,” jelas Suardika.

Sinergi Terbatas dengan Pemerintah
Hingga kini, Pustaka Bali Seni belum mendapatkan bantuan langsung dari pemerintah. Namun, bentuk kerja sama kecil sudah dilakukan, seperti membantu pemerintah daerah dalam membuat media cetak dan menyebarkan informasi tentang kegiatan mereka, termasuk pemberdayaan masyarakat lokal.
“Sinergi ini masih terbatas, namun membuka harapan bagi pengembangan lebih lanjut jika dukungan struktural dan kelembagaan bisa ditingkatkan,” ujar Suardika penuh harap.
Pustaka Bali Seni adalah cermin dari semangat mandiri dalam dunia budaya. Di tengah tantangan zaman dan keterbatasan sumber daya, lembaga ini tetap konsisten menjalankan misinya, yaitu memelihara dan mengembangkan kebudayaan melalui penerbitan, diskusi, dan kegiatan seni. Dengan tekad yang kuat dan visi yang jelas, Pustaka Bali Seni membuktikan bahwa kebudayaan tetap bisa hidup dan tumbuh, bahkan dari sebuah usaha kecil di tengah gemuruh dunia digital. ( kanalbali/Angga Wijaya)