DENPASAR, kanalbali.id – Sebuah unit Poprock asal Denpasar, Prickly Bones belum lama ini merilis sebuah mini album (EP) yang diberi nama ‘Cerita dalam Warna’. Berisi sejumlah 4 lagu, EP ini menghadirkan nuansa pop rock yang cukup kental dengan musik-musik dekade 90 an.
Grup yang digawangi oleh Bagas aka Saul, (Gitar) Djobi (Gitar) , Wade (Bass) , Maul (Drum) serta Wibhi (vokal) itu, rupanya ingin menghadirkan sisi nostalgia, saat mereka tumbuh besar ditemani musik-musik yang menjadi hits pada masa itu.
“Pada dasarnya, kami (personel Prickly Bones) memang lahir di penghujung tahun sembilan puluh ke dua ribu-an, jadi kami tumbuh bersama musik dari musisi-musisi yang hits pada zamannya, seperti Slank, Boomerang dan grup-grup lainnya yang menemani masa kecil dulu,” ungkap sang gitaris Saul, Sabtu (12/10/2024).
BACA JUGA: Menyusuri Jalan Raya bersama Wibhi Si “Manusia Goa”
Meski demikian, ‘Cerita dalam Warna’ terbentuk dengan komposisi yang cukup beragam. Ada elemen blues, rock, pop, funk hingga ballad. “Memang, kita sejatinya ingin menampilkan menampilkan karakter tiap-tiap personel, makanya kita namai Cerita dalam Warna, yang maknanya bermacam perbedaan, yang membentuk jalan cerita, tersendiri,” jelas Saul.
Mengenai aliran musik, menurut peneranganya, mereka tak ingin dikotak-kotakan pada genre tertentu.” Yang paling penting kami semua menikmati dan asik menjalani proses berkarya, terlepas genre, kita tak terlalu terpaku pada satu aliran,” tambahnya.
Seperti lagu Nirwana yang menjadi nomor andalan mereka, begitu kenal dengan elemen funk yang renyah dan cathcy. Suasananya riang, dengan semangat memberontak terhadap rutinitas yang menyebalkan. Menurut Saul, Nirwana diumpamakan sebagai kondisi terbebas dari segala beban hidup, serta aturan. “Musik pada lagu Nirwana ini memang kita buat riang, seolah mengajak para pendengar untuk melepaskan beban sejenak setelah rutinitas yang dilalui.
Tak hanya itu, Prickly Bones juga menghadirkan emosi kemarahan, pada lagu ‘Idiom Sebelah Mata’. Lagu ini penuh emosi yang teramat banal menyentil kehidupan sosial politik para pejabat. Liriknya pedas, dibalut nuansa musik yang keras menjadikan lagu ini penuh kemarahan, atas situasi negeri yang carut marut.
BACA JUGA:
Balian Band Releases Heartwarming Music Video “Missing The Rain”
Luapan Gejolak Muda
“Sebenarnya, pada mini album ini, kami hanya meluapkan apa yang sedang dirasakan, entah itu percintaan, gejolak masa muda, sampai situasi politik. Tidak ada tema ataupun konsep yang khusus, semuanya mengalir begitu saja,” terang Saul.
Lalu, ‘Lembaran Kisah’ lagu yang menurut mereka adalah momen refleksi diri. Selain itu Prickly Bones juga punya sisi romantis. Hal ini ditunjukkan pada lagu ‘Hanya Kamu’ dan ‘Ambigu’.
Proses produksi mini album ini, terang Saul menghabiskan waktu selama tiga bulan. Pengerjaannya juga dilakukan secara mandiri di studio Laily Home Recording miliknya.
“Kita kerjakan secara mandiri, tiap personel mengambil bagiannya masing-masing, dalam proses recording, kita lakukan secara bergantian,” ungkap Djobi, selaku lead gitar.
Mini album ini telah beredar secara digital di berbagai platform musik dan media sosial.”Semoga karya yang Prickly Bones ciptakan dapat dinikmati oleh banyak pendengar, selain itu kita dapat dikenal oleh masyarakat yang luas,” harapnya. (kanalbali/RLS)