Serikat Pekerja di Bali Beberatan Tapera, Minta Dikaji Ulang

Demo pekerja pariwisata Bali - IST

DENPASAR, kanalbali.id- Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Bali I Wayan Madra menilai, kebijakan pemerintah yang akan mewajibkan pekerja menjadi peserta Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) itu sangat memberatkan pekerja atau buruh di Pulau Bali.

Madra meminta, pemerintah agar mengkaji ulang soal kebijakan tapera tersebut dan menurutnya dengan potongan 3 persen dari gaji buruh terutama pekerja di sektor pariwisata tentu sangat membebani.

“Jadi, tapera yang tiga persen itu saya kira cukup memberatkan para pekerja. Apalagi, para pengusaha sudah ngomong juga kan,” kata Madra, saat dihubungi via telepon, Kamis (30/5).

Ia menerangkan, rata-rata gaji buruh di Bali itu sekitar Rp 3 juta itupun yang berkerja di wilayah Kabupaten Badung dan Kota Denpasar, karena sentral pariwisata dan di kabupaten lainnya upahnya masih rendah.

“Kalau misalnya tiga persen (dipotong). Dan (rata-rata) gaji di Bali anggaplah Rp 3 juta walaupun banyak yang tidak bisa mencapai UMK (Upah Minimum Kabupaten/Kota). Nah dengan adanya tapera ini tentu sangat membebankan,” imbuhnya.

Ia mencontohkan, seandainya sekarang gaji Rp 3 juta dipotong 3 persen atau sekitar Rp 190 ribu per bulan dan per tahun sudah mencapai Rp 2, 2 juta dan anggap kalau 25 tahun sudah terkumpul Rp 75 juta apakah itu bisa membuat rumah.

“Kalau misalnya 25 tahun, baru bisa ditarik Rp 75 juta, anggaplah itu Rp 75 juta dalam 25 tahun dan barangkali 25 tahun yang akan datang itu harga (perumahan ) itu sudah berbeda dengan sekarang. Kalau sekarang dengan uang Rp 75 juta, bisa bikin rumah apa. Jadi kita keberatan masalah itu,” jelasnya.

Selain itu, belum lagi para pekerja dipotong dengan iuran BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS kesehatan. Menurutnya, hal tersebut terlalu banyak potongan dan membebani para pekerja di Bali. Sementara, gaji pekerja di Bali masih jauh rendah dibandingkan daerah lainnya yang setara Bali.

“Terlalu banyak potongan. Sedangkan gaji di Bali kalau menurut saya masih jauh di Bawah kalau dibandingkan dengan daerah lain yang setara dengan Bali. Kalau itu dipotong kan menambah ketidakpastian daripada daya beli pekerja atau mengurangi daya beli pekerja dan masyarakat. Sedangkan, gaji masih kecil sudah banyak potongan,” ungkapnya.

Selain itu, menurutnya kebijakan tapera kurang tepat bila di Bali, kendati mayoritas pekerja di Bali rata-rata memiliki rumah di kampung. Tetapi, untuk sentral pariwisata di Bali itu ada di Kabupaten Badung, Gianyar, dan Kota Denpasar dan mereka harus indekos agar dekat ke tempat kerjanya.

Kemudian, kalau membangun perumahan di daerah Kabupaten Badung dan Kota Denpasar itu tentu sangat mahal. Kecuali di daerah Kabupaten Karangasem, Jembrana, dan Kabupaten Buleleng, yang masih murah tanahnya. Tetapi rata-rata pekerja pariwisata ada di Kabupaten Badung dan Kota Denpasar dan itu juga membebani pekerja.

“Kalau misalnya membangun di Jembrana di Buleleng barangkali tanahnya masih murah. Tetapi, mereka bekerja di Denpasar dan di Kabupaten Badung. Kalau dia punya rumah di Buleleng, Karangasem susah juga kan. Ini menurut saya kurang tepat dan perlu dikaji lagi,” ujarnya.

Ia juga menyatakan, bahwa memang ada sebagian pekerja pariwisata gajinya sudah memadai. Tetapi, lebih banyak yang tidak memadai atau gajinya pas-pasan belum lagi dipotong sana-sini dan ditambah dengan adanya tapera tentu sangat membebani.

“Apalagi upah di Bali ini menurut kami iya masih rendah kalau dibandingkan daerah-daerah lain. Sentralnya kan ada di Kabupaten Badung dan Denpasar kalau di daerah-daerah lain misalnya seperti Singaraja dan Jembrana itu kan upah minimum atau UMK belum terlaksana secara tuntas dan banyak yang tidak melakukan itu barangkali,” ujarnya.

“Kalau UMP kan Rp 2,9 juta cuman kabupaten Badung yang bisa naik dan Kota Denpasar. Lima kabupaten lainnya, saya rasa tidak bisa naik, karena upah di kabupaten itu kan seyogyanya minimal sekian persen daripada upah provinsi. Kenyataan kan lima kabupaten tidak bisa naik, terpaksa pakai ukuran upah provinsi,” ujarnya.

Sementara, rincian lengkap upah minimum di seluruh kabupaten/kota yang ada di Pulau Bali dari mulai yang tertinggi hingga terendah, diantaranya

Kabupaten Badung: Rp 3.316.628
Kota Denpasar: Rp 3.096.823
Kabupaten Gianyar: Rp 2.926.713
Kabupaten Tabanan: Rp 2.913.164 Kabupaten Jembrana: Rp 2.813.672 Kabupaten Karangasem: Rp 2.813.672 Kabupaten Klungkung: Rp 2.813.672 Kabupaten Bangli:Rp 2.813.672

Bila dilihat sekilas, tiga kabupaten yakni Bangli, Karangasem, dan Klungkung besaran upahnya sama. Hal ini karena ketiga daerah tersebut menetapkan upah minimum sama dengan UMP atau upah minimum provinsi.

Sebelumnya, Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera.

Dalam Pasal 55 pp yang diteken pada 20 Mei 2024, Jokowi mengatur setiap pekerja dengan usia paling rendah 20 tahun atau sudah menikah yang memiliki penghasilan paling sedikit sebesar upah minimum diwajibkan menjadi peserta Tapera. (kanalbali/KAD)

Apa Komentar Anda?

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.