DENPASAR, kanalbali.id – Ketua Asosiasi Agen Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) Provinsi Bali, Putu Winastra, menilai kenaikan pungutan wisatawan mancanegara (Wisman) ke Bali hingga US$50 yang diusulkan oleh anggota DPRD Bali, menjadi beban bagi para pelaku pariwisata di Pulau Dewata.
Winastra mengatakan, soal pungutan wisman atau tourism levy yang sebelumnya US$10 dan diusulkan naik US$50 oleh DPRD Bali hal tersebut sah-sah saja. Tetapi, hal itu perlu banyak diskusikan.
“Jadi saya kira pendapat dari para anggota dewan dipersilahkan. Tapi dari kami justru banyak hal yang perlu kita diskusikan, jadi tidak hanya berwacana tapi bagaimana kita bisa mengimplementasikan daripada pungutan yang sudah diterima,” kata Winastra, saat dihubungi via telepon, Jumat (21/6).
“Karena apa, itu akan menjadi beban pelaku pariwisata. Ketika kami melakukan pemungutan dan sebagainya, apakah sudah ada implementasinya di lapangan itu kan beban kami sebagai pelaku untuk menjelaskan,” imbuhnya.
Ia menilai, dengan kenaikan US$50 pungutan wisman ke Bali tentu menjadi beban bagi para pelaku pariwisata untuk menjelajah kepada turis asing di Bali.
“Yang berhadapan langsung siapa?, kan pelaku pariwisata. Kan kami yang ada di lapangan yang berhadapan dengan tour aviator,” jelasnya.
Bahkan menurutnya, saat ini masih banyak wisman yang datang ke Bali tidak membayar pungutan US$10 dan itu nantinya bisa berdampak negatif kepada sistem levy di Bali.
“Dan bahkan dengan sekarang banyaknya yang tidak membayar levy, ini memberikan dampak yang negatif terhadap sistem levy. Ini orang ada yang membayar ada yang tidak. Dan tidak terkontrol dan sebagainya itu kan menjadi yang negatif bukan positif. Jadi karena itu, ini diperbaiki dulu apa yang harus dilakukan,” ungkapnya.
Namun menurutnya, anggota DPRD Bali mengusulkan kenaikan itu memang mempunyai alasan tersendiri dan hal itu wajar saja dan itu juga baru wacana. Tapi menurutnya untuk kenaikan US$50 itu perlu dikaji lagi.
“Karena sistemnya juga belum sempurna, masih banyak kecolongan dan sebagainya.
Karena yang berhadapan dengan para tour aviator kan para pelaku pariwisata bukan anggota dewan. Karena itu, harapannya siapapun pejabat yang berbicara terkait dengan kepariwisataan, saran kami ajaklah stakeholder pariwisata untuk berdiskusi lebih dahulu, karena kami yang jauh lebih tau situasi di lapangan,” ujarnya.
Ia juga kembali menegaskan, bahwa menyampaikan kenaikan pungutan kepada wisman itu harus ada kajiannya dulu dan ada data yang perlu disuguhkan. Sehingga, para pelaku pariwisata di Bali bisa melihat kajian itu, sudah pantas atau tidak.
“Kita berharap, ketika bicara pariwisata hendaknya seluruh komponen masyarakat para pelaku pemerintah politikus duduk bersama-sama, sehingga tidak ada wacana yang menyimpang dari semestinya, mari kita dudukan persoalan pariwisata ini secara komperhensif,” ujarnya.
Selain itu, untuk menaikkan pungutan wisman itu belum saatnya, karena menurutnya untuk sistem levy belum sempurna. Kemudian, memberikan sesuatu yang lebih kepada turis asing yang berlibur ke Bali.
“Justru kalau kita bisa memberikan sesuatu yang lebih terhadap wisatawan tidak masalah. Tetapi faktanya kita di lapangan masih banyak carut-marut yang harus kita perbaiki. Dari apa yang disampaikan, mungkin saja mempunyai parameter tetapi dari kami belumlah saatnya. Tetapi mari kita duduk bersama, kita beresin yang ada ini, jangan sampai ini belum selesai menambah wacana yang lain, itu malah menjadi rancu,” ujarnya.
Ia juga menyampaikan, seharusnya anggota DPRD Bali merevisi dulu soal Peraturan Daerah (Perda) terkait pungutan tersebut. Kemudian, baru berbicara soal kenaikan 50 USD itu.
“Justru harapan kami lihat dulu perdanya, bila perlu dirubah perdananya baru berkomentar. Jangan sampai kita mengomentari sesuatu sedangkan yang berjalan ini belum sempurna,” ujarnya.
“Ini (bukan soal) setuju tidak setuju, itu soal lain. Saya mau apa yang sudah ada ini sempurnakan dulu. Jangan memberikan wacana yang di angan-angan,” tandasnya.
Sebelumnya, Ketua Komisi II DPRD Provinsi Bali IGK Kresna Budi mengusulkan pungutan wisatawan asing di Pulau Dewata naik lima kali lipat dari US$10 dolar atau sekitar Rp163 ribu menjadi US$50 atau sekitar Rp815 ribu (asumsi kurs Rp16.400 per dolar AS).
“Kita mau tingkatkan US$50. Jadi, kebutuhan-kebutuhan kan bisa kita pakai. Kenapa sih Bali dijual murah, kalau kita ke Inggris kita kena visa Rp5,7 juta,” kata Kresna, usai Rapat Paripurna ke-10 di Gedung DPRD Provinsi Bali, Rabu (19/6) lalu.
Seiring rencana itu, menurut Kresna, akan ada revisi Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Bali Nomor 6 Tahun 2023 tentang pungutan bagi wisatawan asing.
Sementara, di tempat yang sama Penjabat (Pj) Gubernur Bali Sang Made Mahendra Jaya, merespon soal peningkatan pungutan wisman hingga US$50.
Mahendra menyatakan, bahwa soal usulan tersebut akan dipelajari untuk optimalisasi pungutan wisman di Bali dan nantinya akan diputuskan bersama-sama dengan anggota DPRD Bali.
“Itu nanti biar dipelajari, biar (pungutan Rp 10 dolar ) berjalan dulu. Kan kita sedang lakukan evaluasi untuk optimilisasi pungutan pariwisata. Nanti itu ada keputusan bersama DPRD. Mohon ditunggu evaluasinya,” ujarnya.
Sebelumnya, Pemprov Bali memutuskan akan memungut 10 dolar dari turis asing mulai 2024. Wayan Koster mengatakan pungutan dipatok dalam rupiah, sehingga tidak fluktuatif mengikuti kurs dolar atau mata uang asing.
Pungutan itu tertuang pada Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2023 tentang Provinsi Bali. Intinya, UU itu mengizinkan Pemprov Bali memperoleh sumber pendanaan berupa pungutan bagi wisatawan asing yang berwisata ke Bali melalui peraturan daerah (perda). (kanalbali/KAD)
Be the first to comment