
DENPASAR, kanalbali.id – Sebelas ekor penyu hijau (chelonia mydas) hampir berakhir di meja makan pada pertengahan Oktober lalu. Penyu penyu ukuran besar tersebut hendak diselundupkan ke Bali melalui Perairan Gilimanuk di Jembrana Bali, wilayah Bali bagian barat, diduga untuk dikonsumsi. Beruntung, keberadaan penyelundup dengan perahu tradisional itu tertangkap basah oleh aparat kepolisian yang mendapat informasi dari warga lokal.
Saat polisi tiba di lokasi, sepuluh penyu sudah diturunkan dari perahu. Sedangkan satu penyu masih berada di atas perahu. Beruntung, seluruhnya masih dalam kondisi hidup dengan beberapa luka. Penyu penyu tersebut diduga berusia rata rata di atas 30 tahun.
Sementara itu, seorang nelayan ditangkap dalam peristiwa tersebut. Ia menghadapi ancaman hukuman penjara.
Upaya penyelamatan terhadap sebelas ekor penyu tersebut segera dilakukan pihak kepolisian bersama Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali. Penyu penyu yang merupakan hewan dilindungi itu kemudian dibawa ke Pulau Serangan di Denpasar Bali, sebuah pulau yang dulunya sempat dikenal sebagai tempat pembantaian penyu di Bali.

Serangan
Serangan, pulau yang kini terhubung dengan Bali daratan dengan sebuah jembatan itu, kini sudah lepas dari citra buruknya sebagai pusat pembantaian penyu. Sebaliknya, pulau ini kini justru telah menjadi pusat penyelamatan penyu.
Adalah Turtle Coservation and Education Center (TCEC) Serangan, sebuah pusat pendidian dan konservasi penyu dengan berbagai programnya, telah mengubah citra buruk tersebut. Di TCEC, penyu penyu yang diselamatkan dari penyeludupan justru dirawat, diobati, sebelum akhirnya siap dilepaskan ke laut.
Saat tiba di TCEC, sebelas penyu tersebut segera diperiksa oleh tim dokter relawan yang bekerja di sana. Penyu yang mengalami luka luka diobati. Pemeriksaan rontgen juga dilakukan untuk memastikan kondisi organ dalam penyu penyu tersebut.
Dari proses pemeriksaan, ironisnya, tim dokter relawan menemukan telur di dalam tubuh salah satu penyu. Tim dokter TCEC lantas bergerak cepat dengan memberikan pengobatan terhadap penyu tersebut, dan segera melepasnya ke laut. Sedangkan 10 ekor penyu lainnya masih dirawat di sana guna memastikan kondisinya jauh lebih baik sebelum dikembalikan ke laut.
“Takutnya penyu itu bertelur di tempat kita, risikonya dia bisa gagal bertelur,” ujar Pengelola TCEC Searangan, Made Sukanta, kepada Kanal Bali, Selasa (31/10).
Menurut Sukanta, mengembalikan penyu yang hendak bertelur kembali ke alam merupakan langkah terbaik. Pasalnya, penyu bisa memilih sendiri di pantai mana dia ingin bertelur. Penyu juga membutuhkan tempat yang tenang untuk bertelur.

“Sekali bertelur, biasanya sampai ratusan telur. Sayang sekali kalau penyu itu gagal bertelur. Kebetulan, kondisinya hanya ada luka ringan saja karena terikat tali. Jadi kami yakin penyu itu bisa bertahan hidup di alam bebas,” ujar Sukanta.
TCEC Serangan memang kerap menjadi lokasi dititipkannya penyu penyu hasil tangkapan Polda Bali dan BKSDA. Meski kini ada beberapa tempat konservasi penyu di wilayah Bali, TCEC masih menjadi pusat konservasi terbesar dengan peralatan kesehatan hewan yang terlengkap.
“Alat alat kesehatan yang kami miliki paling lengkap. Termasuk kami punya rontgen untuk mendeteksi adanya telur di tubuh penyu itu. Ini berkat bantuan CSR (corporate social responsibility) dari Pertamina,” kata Made Sukanta.
Dibangun pertamakali pada tahun 2006, TCEC Serangan berdiri di atas lahan seluas lebih dari 2000 meter persegi. Tak hanya merawat penyu penyu yang diselamatkan oleh aparat yag berwajib, TCEC juga merawat penyu penyu sakit yang terdampar di pantai atau terjerat jaring nelayan. Penyu penyu tersebut biasanya bakal dilepas ke laut pada kondisi terbaiknya.
TCEC juga memiliki area khusus untuk menampung telur telur penyu yang diselamatkan dari tepi pantai, untuk ditetaskan. Pada usia tertentu, penyu yang telah menetas bakal dilepaskan kembali ke laut. TCEC juga membuat program pendidikan soal konservasi penyu kepada para siswa sekolah.
Support Pertamina
Sejak 2017, Pertamina telah memberi support kepada TCEC Serangan berupa penyediaan sarana kesehatan, obat obatan, ambulance penyu, kendaraan pengangkut sampah, membantu memenuhi kebutuhan pakan penyu, serta beberapa biaya operasional lainnya.
Meski bantuan CSR dari Pertamina sempat distop di tahun 2021 akibat COVID 19, namun bantuan tersebut berlanjut lagi di tahun 2022 hingga sekarang.
“COVID 19 itu benar benar cobaan luar biasa buat kami, karena beberapa pihak fokus pada pembiayaan penanganan COVID, termasuk Pertamina. Tapi beruntung sekarang Pertamina kembali support kami. Kami sangat berterimakasih atas hal itu,” kata Sukanta.
Para staf yang bekerja di TCEC, kata Sukanta, terpaksa tidak digaji karena alokasi dana pemerintah pun digunakan untuk COVID 19. Meski dengan berbagai keterbatasan, kata dia, ia dan timnya terus berupaya bertahan dan tetap melakukan tugas menjaga penyu penyu tersebut.
“Kami urunan sendiri, ke laut cari ikan, sekaligus cari pakan untuk penyu. Mau gimana lagi. Kita memaklumi. Karena kondisi dunia lagi sakit,” kata dia. Ia mengakui, selama pandemi ada beberapa donator datang untuk memberi pakan, tetapi jumlahnya tidak mencukupi.
Dalam menjaga kesehatan penyu, TCEC juga telah bekerjasama dengan Kedokteran Hewan Universitas Udayana yang menyediakan dokter yang bekerja secara sukarela. “Beruntung kami punya alat alat kesehatan lengkap yang diberikan Pertamina. Jadi dokter dokter volunteer itu bekerja dengan alat alat yang sudah ada,” kata Sukanta.

Penyu untuk Upacara
Di masa lalu, imej buruk Bali sebagai pusat pembantaian penyu tak hanya disebabkan karena banyaknya masyarakat yang mengolah penyu menjadi makanan. Ritual keagamaan yang kerap menggunakan penyu sebagai persembahan juga menjadi sorotan. Terlebih, banyak aksi pembantian penyu untuk konsumsi yang berkedok untuk ritual keagamaan.
TCEC mengambil peran untuk mengendalikan penggunaan penyu sebagai sarana ritual keagamaan tersebut, dengan melakukan perbesaran penyu. Penggunaan penyu hasil perbesaran itulah yang diperbolehkan untuk digunakan sebagai sarana upacara, dengan surat rekomendasi khusus dari Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) dan BKSDA.
“Berbeda dengan dulu, sekarang upacara keagamaan hanya boleh menggunakan penyu hasil perbesaran. Jumlahnya juga tidak banyak. Tahun ini, ada hanya sekitar 15 ekor anak penyu yang dijadikan sarana upacara,” kata Sukanta.
Kesadaran meningkat
Meningkatnya kesadaran masyarakat Bali untuk menjaga ekosistem penyu, menjadi pencapaian yang luar biasa bagi Made Sukanta dan timnya.
Diakui Sukanta, tidak mudah untuk membangun kesadaran masyarakat. Meski undang undang sudah secara tegas melarang perdagangan penyu, namun masyarakat di masa lalu kerap mengabaikannya dengan kedok ritual keagamaan.
Namun kesadaran masyarakat perlahan meningkat, terutama karena banyak kecaman dunia internasional terhadap Bali sebagai lokasi pembantaian penyu. “Imbasnya sangat besar terhadap sektor pariwisata Bali,” kata Sukanta.

CSR Pertamina
Ahad Rahedi, Area Manager Communication Relation & CSR PT Pertamina Patra Niaga Reg. Jatimbalinus, menjelaskan Pertamina telah melakukan kegiatan CSR sejak tahun 2017.
“Awalnya kegiatan dilaksanakan dalam bentuk charity. Mulai dari pemberian mobil ambulance penyu, motor pengangkut sampah dan bantuan pemberian pakan harian penyu. Selanjutnya mulai beralih ke program pemberdayaan masyarakat dengan kegiatan peningkatan kapasitas pelatihan dan rebranding kawasan TCEC,” kata Ahad.
Pertamina, kata dia, memilih TCEC dalam rangka perlindungan keanekaragaman hayati di sekitar area operasional perusahaan.
“Pelestarian penyu di Kelurahan Serangan dahulu masih memerlukan support untuk pengembangan kegiatan kelompok. Lahirlah program konservasi penyu berbasis masyarakat Serangan sebagai jawaban dari tantangan kepunahan penyu di wilayah tersebut,” tegasnya.
Ahad mengakui bahwa Pertamina sempat menyetop support pendanaan kepada TCEC pada 2021, karena anggaran pada tahun 2021 FT Sanggaran digunakan untuk kegiatan penanganan Covid sesuai arahan Pemerintah Provinsi Bali. Dana difokuskan untuk kegiatan vaksinasi, pemberian bantuan APD dan pemberian bantuan sembako untuk masyarakat terdampak COVID-19.
Ke depannya, Pertamina masih akan melanjutkan program tersebut pada tahun depan, berupa kegiatan exit program serta replikasi program konservasi penyu di area Denpasar atau Provinsi Bali. “Sedang kami pertimbangkan, wilayah mana yang akan jadi target,” tambahnya,
Selain TCEC Serangan, Pertamina, khususnya Pertamina Fuel Terminal Sanggaran, juga memiliki program program lainnya di Bali. Program tersebut antara lain berupa Program Desa Tangguh Bencana (DESTANA) Serangan, Program Pemberdayaan Disabilitas Skizofrenia Entrepreneur Rumah Berdaya, Program Pengelolaan Sampah Pedungan Bright Green dan Konservasi Penyu Berbasis Masyarakat Serangan. (kanalbali/ERV)
Be the first to comment