Heboh Kasus Landak, Begini Penjelasan Kejari Badung

Landak jawa (Hystrix javanica). (Foto: kehati.jojaprov.go.id) Artikel ini telah tayang di satuharapan.com dengan judul "Landak Jawa, Hewan Berduri yang Harus Dilindungi", Klik untuk baca: https://www.satuharapan.com/read-detail/read/landak-jawa-hewan-berduri-yang-harus-dilindungi Penulis : Dewasasri M Wardani

BADUNG, kanalbali.id – Pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Badung, Bali, menerangkan soal kasus terdakwa I Nyoman Sukena yang saat ini terancam lima tahun penjara karena memelihara empat ekor hewan landak langka atau hewan yang dilindungi.

Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Badung Sutrisno Margi Utomo mengatakan, bahwa terkait perkara terdakwa I Nyoman Sukena yang menjadi viral di media sosial belakangan ini, sebagaimana petunjuk Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali, Dr. Ketut Sumedana untuk memberikan penjelasan kepada publik terkait perkara ini.

“Namun, sebelumnya kami sampaikan permohonan maaf karena mungkin ada kegaduhan di tengah masyarakat,” kata Sutrisno, dalam keterangan tertulisnya, pada Senin (9/9) malam.

Ia menerangkan, bahwa awalnya Kejati Bali menerima berkas perkara dari Polda Bali atas nama terdakwa I Nyoman Sukena. Kejadian perkara adalah tanggal 4 Maret 2024, di mana terdakwa Sukena ditangkap oleh penyidik dari Polda Bali karena memelihara empat ekor landak Jawa.

Kemudian, setelah berkas perkara masuk pihak Jaksa Penuntut umum (JPU) pertama melakukan penelitian dan setelah dilakukan penelitian berkas oleh jaksa peneliti dinyatakan telah memenuhi syarat formil dan materiil.

“Sehingga berkas perkara dinyatakan lengkap dan telah terpenuhi. Setelah itu dilakukan proses penyerahan tersangka dan barang bukti (tahap 2) di Kejaksaan Negeri Badung,” imbuhnya.

Kemudian setelah itu, melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, dan proses persidangan telah berjalan hingga terakhir pada Kamis (5/9) dengan agenda pemeriksaan saksi dan ahli.

Selanjutnya, atas petunjuk Kejati Bali, maka Kejari Badung telah melakukan koordinasi dengan ketua pengadilan terhadap perkara ini, terkait permintaan untuk dilakukan pengalihan penahanan namun hal tersebut menjadi kewenangan sepenuhnya dari majelis hakim termasuk dari pihak terdakwa, terkait apakah dikabulkan atau tidaknya pengalihan penahanan tersebut.

“Apabila majelis (hakim) mengabulkan kami selaku penuntut umum siap melaksanakan penetapan hakim tersebut, karena hal tersebut sepenuhnya menjadi kewenangan pengadilan yang independen,” ujarnya.

Pihaknya juga menegaskan, bahwa terdakwa Sukena didakwa dengan Pasal 21, Ayat (2),
Undang-undang Nomor 5, Tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam dan hayati dan ekosistemnya. Dan, di situ ancaman pidananya di dalam Pasal 40 ayat (2) paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.

“Agar tidak terjadi kesalahpahaman atau mispersepsi publik. Jadi ancaman pidana 5 tahun tersebut adalah batas maksimal, bukan berarti terdakwa akan pasti dihukum selama 5 tahun, semua tergantung putusan majelis hakim ke depan dalam memberikan putusannya,” ujarnya.

Ia mencontohkan, apabila dalam putusan majelis hakim memutus 3 bulan ataupun 2 minggu dan putusan tersebut telah bersifat inkrach. Maka, selama itu hukuman atau pidana yang harus dijalani terdakwa Sukena.

Ia menyebutkan, bahwa di kejaksaan telah menerapkan azas hukum pidana. Di mana, terdakwa ini melakukan tindak pidana pada 4 Maret 2024. Sedangkan ini, telah erjadi perubahan Perundang-undangan yakni Undang-undang Nomor 15, Tahun 2024 menjadi Undang-undang Nomor 5, Tahun 1990 dan tadi telah diubah dengan Undang-undang Nomor 32, Tahun 2024. Dan, terdapat perubahan di dalam Undang-undang bahwa azas-nya manakala ada perubahan terhadap peraturan Perundang-undangan maka dikenakan aturan yang paling meringankan atau paling menguntungkan bagi terdakwa.

“Jaksa penuntut umum telah menerapkannya begitu. Jadi kalau tadi di dalam Undang-undang Nomor 5, Tahun 1990 tadi ancamannya paling lama 5 tahun, kemudian denda Rp 100 juta. Artinya, kalau paling lama itu selama-lamanya 5 tahun gitu, dituntut 1 hari, 5 hari boleh, sebulan boleh begitu,” ujarnya.

Sedangkan di Undang-undang yang baru Nomor 32, Tahun 2024 yang mulai berlaku tanggal 7 Agustus 2024 ini di dalam Pasal 40 huruf a-nya itu ancamannya paling singkat 3 tahun.

“Jadi kalau nanti ada seseorang yang memelihara yaitu entah itu landak, entah itu burung Jalak Bali, entah itu yang semua yang dilindungi, entah itu merak dan lain-lain, bisa dikenakan paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun. Justru dengan Undang-undang yang baru ancamannya paling tinggi begitu, dan denda masuk dalam kategori 4 dan kategori 7,” ujarnya.

Kemudian, terkait Restoratif Justice (RJ) terhadap terdakwa Sukena, mengacu pada peraturan Jaksa Agung Nomor 15, Tahun 2020 dan aturan ini belum bisa diterapkan karena dalam peraturan Jaksa Agung tersebut diatur mengenai adanya korban. Sedangkan, untuk perkara terdakwa ketentuan di dalam Undang-undang ini yang dirugikan adalah negara.

“Harapannya, mudah-mudahan dengan kejadian ini nantinya Kejaksaan Agung RI akan memberikan kebijakan dan juga terobosan baru serta muncul hikmah positif bahwa itu akan menjadi bahan pertimbangan untuk dilakukannya restorative justice,” ujarnya.

“Terakhir, Kejaksaan Negeri Badung mewakili pimpinan dalam hal ini Kejati, Jampidum juga Bapak Jaksa Agung akan menerapkan tuntutan terhadap perkara I Nyoman Sukena yang berkeadilan dan yang menggunakan hati nurani,” ujarnya.

Sebelumnya, seorang warga bernama I Nyoman Sukena asal Kabupaten Badung, Bali, terancam lima tahun penjara karena
memelihara empat ekor landak langka di rumahnya.

Sementara, terdakwa Sukena ditangkap polisi pada awal Maret 2024 atas laporan masyarakat, karena kedapatan menyimpan empat landak itu di rumahnya.

Humas Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Gede Putra Astawa membenarkan bahwa terdakwa Nyoman Sukena terancam 5 tahun pidana dan sidang untuk perkara ini sudah digelar pada 29 Agustus lalu. Saat itu, jaksa mengucapkan ancaman hukuman terhadap I Nyoman Sukena dengan didakwa melanggar Pasal 21 ayat 2 a juncto Pasal 40 ayat 2 UU RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDA-HE).

“Itu terdakwa didakwa oleh penuntut umum dan ancaman pidananya 5 tahun. Jadi dakwaannya itu ancaman pidananya 5 tahun,” kata Astawa saat dikonfirmasi, Senin (9/9).

Sementara, empat ekor landak yang dipelihara Sukena adalah landak Jawa atau Hysterix javanica. Landak tersebut merupakan satwa liar yang dilindungi.
Kemudian, untuk saat ini terdakwa Sukena ditahan dan dititipkan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kerobokan, Bali.

“Terdakwa sekarang posisinya ditahan atau dititip di LP Kerobokan. Pada saat di penyidik, dia itu di kepolisian tidak dilakukan penahanan ketika perkara dilimpahkan ke kejaksaan oleh kejaksaan dilakukan penahanan sejak tanggal 12 Agustus 2024,” imbuhnya. (kanalbali/KAD)

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.