Minikino Film Week 11: Film Pendek dan Audiens di Panggung Utama

Salah-satu acara di Minikino Film Week - IST
Salah-satu acara di Minikino Film Week - IST

DENPASAR, kanalbali.id – Ketika layar mulai menampilkan cerita-cerita pendek, ada sosok yang tak ingin terlalu tersorot: penonton. Namun di Minikino Film Week 11 (MFW11), yang berlangsung pada 12–19 September 2025, justru audiens diberi panggung istimewa—bukan sebagai objek pasif, melainkan karakter utama dalam narasi festival.

Edo Wulia, Direktur Festival MFW11, menyampaikan: “Film pendek merayakan manusia melalui pengalaman kolektif. Di MFW11, audiens bukan hanya penikmat. Mereka adalah salah satu alasan festival ini terus ada.”

Keputusan ini diwujudkan melalui karya ilustrasi utama yang menjadi identitas visual festival kali ini. Sang ilustrator adalah Beng Rahadian, pengajar ilustrasi di Jakarta Arts Institute dan seniman komik yang telah dipamerkan di Eropa.

Khusus untuk MFW11, Beng menciptakan 11 karakter penonton yang mencerminkan keanekaragaman pengalaman menonton—dari anak-anak, keluarga, hingga komunitas dengan kebutuhan khusus. Setiap karakter menceritakan kisahnya: apa yang mereka rasakan saat menonton, bagaimana film mewarnai harinya, hingga apa yang merefleksikan siapa mereka.

“Saya ingin menggambarkan penonton seutuhnya,” kata Beng Rahadian. “Karakter ini bukan hanya simbol visual—mereka membawa emosi, pilihan, dan cerita. Jika filmmaker punya cerita, penonton punya tontonan yang hidup.”

Identitas visual ini mencerminkan strategi MFW11: menjadikan penonton sebagai pusat. Setiap elemen festival, mulai desain poster, susunan kursi, hingga pengumuman pemenang, dirancang agar memberi ruang bagi audiens merasakan, bersuara, dan bertemu dalam narasi film pendek.

Melanjutkan visi ini, MFW11 memperluas aksesibilitas melalui program Sinema Inklusif. Lima film disertai Audio Description, sementara lima lainnya dilengkapi Subtitles for the Deaf and Hard of Hearing (SDH).

Ini bukan hanya tentang akses formal. Menurut Fransiska Prihadi, Direktur Program MFW11, “Inklusivitas adalah jantung festival. Setiap orang berhak merasakan pengalaman menonton secara penuh. Audiens kami bukan satu kategori. Penonton adalah kita semua.”

Demikian pula, untuk generasi muda dan komunitas yang ingin berdiskusi dan berbagi pengalaman, hadir Community Screening di berbagai titik Bali—mulai dari sekolah hingga ruang kreatif lokal.

Seperti dijelaskan oleh I Made Suarbawa, Ketua Yayasan Kino Media: “Kami membekali komunitas untuk menyelenggarakan pemutaran mandiri. Semoga pengetahuan ini menumbuhkan ruang sinema lokal di tengah masyarakat.”

Lebih jauh lagi, MFW Education, divisi yang resmi berdiri sejak 2024, hadir sebagai penghubung antara film pendek dan pendidikan. Melibatkan lebih dari 50 film dalam 10 program edukasi, setiap pemutaran dilengkapi Panduan Nonton dan Belajar—agar siswa dan masyarakat tak hanya menyaksikan, tapi juga berpikir kritis.

Menurut Ritaro Hari Wangsa dari tim MFW Education, “Film adalah jembatan pembelajaran—bukan kelas.” Aktivasi lain berupa tur edukatif, mural ilustrasi, dan pameran pra-animasi memperkaya pengalaman audiens muda di festival.

Semua upaya ini bukan sekadar transaksi penonton—sebuah panggilan untuk adanya perorangan, rasa, dan partisipasi aktif. Dari visual hingga diskusi, dari akses inklusif hingga edukasi film, MFW11 tak hanya merayakan cerita di layar, tetapi juga menciptakan cerita bersama penontonnya. (kanalbali/RLS)

Apa Komentar Anda?