Wajah I Putu Parta (29) tampak sumringah saat melihat halaman pertama surat kabar, Minggu (23/5).
Wajah yang awalnya terlihat serius sontak berganti senyum saat membaca judul berita tentang Work From Bali (WFB) yang tengah didorong oleh Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves).
Dengan tujuh kementerian/lembaga di bawah koordinasinya, Kemenko Marves akan bekerja dari Bali demi menyelamatkan ekonomi Bali yang menjadi salah satu daerah yang sangat terdampak oleh pandemi COVID-19.
“Setidaknya akan sedikit membantu para pekerja pariwisata yang saat ini sudah lesu,” kata Putu saat ditemui, Minggu (23/5/2021).
Pratama, sebagai seorang yang bekerja di salah satu hotel di kawasan Nusa Dua, Bali, Putu mengaku kebijakan WFB berpotensi akan menambah jam kerjanya. Sebab, lanjut dia, selama ini jam kerjanya hanya tiga kali salam satu minggu lantaran sepinya tamu yang datang.
“Sebalum pandemi kan satu minggu itu hanya libur satu hari, sekarang malah cuma masuk tiga hari,” kata dia.
Kedua, kebijakan WFB, kata Putu, juga akan berdampak pada sejumlah karyawan yang dirumahkan sejak pandemi. Jika jumlah orang yang menerapkan WFB dari Kementerian berjumlah banyak, sejumlah karyawan yang dirumahkan bisa saja dipanggil untuk dipekejerkan kembali.
“Semoga saja itu bisa terealisasi,” tuturnya.
Kebijakan WFB yang tengah didorong oleh Kemenko Marves tak hanya disambut baik oleh pekerja pariwisata di sektor akar rumput. Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali juga menyambut baik kebijakan itu.
Bahkan, bersama asosiasi lembaga pariwisata lain di Bali, GIPI siap menyiapkan segala fasilitas yang diperlukan jika WFB mulai dijalankan oleh pemerintah pusat.
“Kami siap semuanya, mau hotel bintang lima, rapat di tempat terbuka, kita ada semua,” kata Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali, Ida Bagus Agung Partha Adnyana.
Menurut Agung, para pelaku industri pariwisata di Bali sejak pandemi COVID-19 dihadapkan dengan keterpurukan yang sangat dalam. Kebijakan WFB yang sedang diwacanakan oleh Pemerintah pusat itu, akan menjadi semangat atau optimisme bagi pelaku pariwisata.
Kendati begitu, ia berharap kebijakan WFB nantinya akan berdampak baik secara total untuk perekonomian Bali.
“Kita butuh WFB tapi kita yang eksekusi,” kata dia.
Agung menambahkan, selama ini Bali tak kekurangan sumber daya manusia dan sumber daya lain untuk mendukung kegiatan berskala lokal ataupun nasional. Termasuk Professional Conference Organizer (PCO) lokal Bali yang bisa diandalkan dalam mendukung program WFB.
“Dulu kan katanya PCO lokal kita tidak bisa diandalkan, tidak ada ceritanya seperti itu. Meraka semua bisa dan dalam posisi siap,” tuturnya.
Ditangah pandemi COVID-19 ini, Agung mengaku wajar bila Bali menuntut dilibatkan dengan segala sumber daya yang dimiliki saat WFB nanti. Alasannya, dari 34 provinsi di Indonesia, Bali terpukul paling keras hingga menyebabkan pertumbuhan minus 9 persen lebih.
“Sangat siap, termasuk protokol kesehatan juga, kan sudah bersetifikasi CHSE,” terangnya.
Ia juga berharap, WFB yang sedang ramai diperbincangkan saat ini bisa segera terealisasi untuk menyelamatkan perekonomian Bali.
“semakin cepat semakin bagus,” tuturnya.
Standar Protokol Kesehatan yang Ketat
Kepala Dinas Pariwisata (Dispar Bali) Putu Astawa mengatakan, jika kebijakan WFB nantinya terealisasi, pihaknya sudah menyiapkan sejumlah regulasi untuk melakukan mengenai standar protokol kesehatan.
Pertama, kemenparekraf telah menerbitkan 573 sertifikat terhadap usaha pariwisata yang dinilai telah memenuhi standar prokes kesehatan di Bali. Terdiri dari 417 hotel, 84 restoran dan 72 usaha lain. Dispar menerbitkan 962 sertifikat prokes yang terdiri dari 743 hotel, 178 restoran dan 41 usaha lain.
“Jadi industri hotel, restoran, transportasi dan objek wisata sampai guide harus tahu mereka prosedur tentang bagaimana karyawan itu tidak menularkan COVID-19 ke wisatawan atau sebaliknya wisatawan tidak nenularkan COVID-19 ke pekerja,” kata Astawa dalam jumpa pers program Work From Bali melalui virtual, Sabtu (22/5/2021) kemarin.
Selanjutnya, mempercepat program vaksinasi dan membentuk kawasan zona corona di Nusa Dua (Badung), Sanur (Denpasar) dan Ubud (Gianyar). Vaksinasi di zona tersebut sudah mencapai 99 persen.
“Tata cara bagaimana kita masuk atupun etika di dalam memasuki kawasan green zone tersebut telah diatur. Bagaimana kalau penduduk setempat, bagaimana kalau wisatawan nusantara bagaimana asing itu sudah ada SOP,” kata dia.
Terakhir, bekerja sama dengan 1493 desa adat yang memiliki ribuan pecalang (polisi desa adat), TNI dan Polri untuk mengawasi masyarakat dan wisatawan yang abai prokes. (Kanalbali)
Be the first to comment