
BADUNG, kanalbali.id– Hari Kesehatan Mental Sedunia yang jatuh setiap tanggal 10 Oktober, menjadi momen bersejarah bagi Yayasan Bali Bersama Bisa.
Empat tahun lalu tepatnya pada 10 Oktober 2020, yayasan ini didirikan oleh satu survivor penyakit mental dan dua orang survivor adiksi.
Saat itu, dua diantara mereka dengan bermodal mobil van berkeliling Bali dan juga kota-kota besar di Indonesia menjadi relawan, sebagai pendengar bagi mereka yang mempunyai masalah dengan kesehatan mental dan adiksi.
“Dengan menciptakan ruang aman untuk berbagi, diharapkan solusi bisa didapat dari masalah-masalah yang dihadapi,” ujar Agus Endrawan, manajer operasional Yayasan Bali Bersama, usai perayaan hari jadi Yayasan Bali Bersama Bisa, Kamis (10/10/2024).
Hari jadi tahun keempat, imbuh Agus, menjadi refleksi bagi Yayasan Bali Bersama Bisa untuk bisa terus berkontribusi bagi Bali.
Telah banyak program yang telah dilaksanakan oleh yayasan yang berlokasi di Jalan Wayan Gentuh X No. 8, Banjar Kwanji, Dalung, Badung, Bali itu.
Program yang paling dikenal masyarakat umum adalah BISA Lifeline (dulu bernama BISA Helpline), layanan pencegahan bunuh hari melalui layanan hotline yang banyak membantu warga masyarakat tidak hanya di Bali tapi juga di luar Bali yang menghubungi layanan tersebut untuk sekedar mengobrol, “curhat” dan bisa menyelamatkan mereka dari niat dan upaya bunuh diri.
“BISA Lifeline sempat terhenti beberapa waktu karena alasan teknis, karena penelepon dan pengirim pesan overload sementara sistem kami masih sangat sederhana. Dalam beberapa bulan ke depan, kami siap kembali dengan sistem yang lebih baik dan maju,” jelas Agus.
Program lainnya, Bali Bersama Mental Care, program dan layanan pengobatan gratis gangguan mental. Mulai dari assessment, konseling, dan rujukan ke klinik mental yang ada di Kota Denpasar. Mereka yang mengikuti program ini, berdasarkan survei yang dibuat Yayasan Bali Bersama Bisa, mengaku sangat puas dengan adanya layanan kesehatan mental gratis tersebut.
“Yayasan Bali Bersama Bisa menjadi satu-satunya yayasan di Bali yang menyediakan pengobatan gratis bagi pengidap gangguan mental. Kami ingin memberi pemahaman bahwa gangguan mental itu nyata adanya,” sebut Agus.
Terlebih lagi di Bali, Agus menuturkan, stigma bahwa gangguan mental disebabkan oleh faktor spiritual dan sosial-keagamaan masih sangat kental. Hal ini bukan berarti buruk, namun seringkali menjadi kendala bagi pengidap gangguan mental untuk mendapatkan pertolongan yang tepat.
“Setiap orang pasti menemui masalah dalam hidupnya. Tinggal sekarang bagaimana mencari bantua bagi masalah yang dihadapi. Berani mengakui bahwa kita mempunyai masalah mental. Itu satu-satunya cara untuk pengidap gangguan mental dalam mencari bantuan layanan kesehatan mental,” kata Agus.
I Gede Kartika Wiguna, pemuda asal Denpasar yang kini berusia 37 tahun merasakan manfaat dari keberadaan Yayasan Bali Bersama Bisa. Dedika, panggilan akrabnya, sehari-hari bergiat di Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI) simpul Bali. Komunitas ini bersama sepuluh komunitas lain di Bali juga turut dalam pembentukan Yayasan Bali Bersama Bisa.
Dedika sendiri adalah seorang penyintas skizofrenia, gangguan mental yang ditandai dengan gangguan pola pikir, halusinasi, dan waham atau dikenal dengan delusi. Berkat pengobatan medis psikiatri, ia kini telah pulih dan melakoni bakat sebagai pemusik. Bersama dua teman lain yang juga penyintas skizofrenia, Dedika membentuk grup musik bernama Arusaji, kepanjangan dari “alumni rumah sakit jiwa” dan telah mengeluarkan beberapa album yang berisikan lagu tentang pengalaman sebagai orang dengan gangguan jiwa (ODGJ).
Ditanya tentang pendapatnya tentang Yayasan Bali Bersama, Dedika menyebut yayasan ini sangat membantu para penyintas skizofrenia untuk bersosialisasi di mana setiap seminggu sekali terdapat peer-support group atau kelompok dukungan sebaya sebagai wadah orang dengan skizofrenia (ODS) saling berbagi rasa dan pikiran dengan didampingi psikolog yang berbagi pengetahuan tentang kesehatan mental, disamping sebagai konselor.
“Di hari jadi tahun keempat ini, kami berharap Yayasan Bali Bersama Bisa semakin dikenal oleh masyarakat luas. Masih banyak tugas dari yayasan dan juga pemerintah untuk terus mengedukasi masyarakat Bali khususnya, terlebih lagi di desa-desa yang mana pemahaman warga tentang kesehatan mental masih rendah,” tutup Dedika. ***KanalBali/AGW
Be the first to comment