Dari PRD Akhirnya Jadi Prima, Potret Partai Tanpa Backing Konglomerat

Diskusi Partai  Prima di Kubukopi, Bali - RFH

DENPASAR, kanalbali.id – Jagat politik Indonesia di masa Orde Baru sempat terguncang karena kehadiran Partai Rakyat Demokratik (PRD). Sejumlah anak muda mendirikan partai itu di tengah dominasi kekuasaan yang mencengkeram semua kekuatan sosial dan politik, termasuk 3 partai yang ada. PRD pun kemudian diberangus dan tercerai berai.

Setelah reformasi terjadi, partai ini tak segera muncul kembali. Para aktivisnya malah menempel ke sejumlah partai yang sudah mapan dan menumpang karir disana. Belakangan, ada juga yang mendirikan Partai Popor dan kemudian Pepernas. Sayang, partai itu tak sampai bisa mengikuti Pemilihan Umum.

BACA JUGA: Hantu dan Mahluk Astral di Lukisan Made Kaek

Harapan baru kini muncul dengan munculnya Partai Rakyat Indonesia Adil Makmur (Prima). “Sebenarnya kami ini tak mau terus dikaitkan dengan PRD, sekarang yang lebih penting adalah menatap ke depan,” kata Wakil ketua DPW Partai Prima Bali, Ihsan Tontowi, sabtu (16/7/2022).

Partai ini telah terverifikasi kepengurusannya di Kemenkumham. Namun untuk mengikuti Pemilu 2024, mereka masih harus berjuang supaya lolos verifikasi KPU.

Nah, yang menarik mereka tetap tak dibackingi pengusaha kaya yang umumnya menjadi bohir atau juragan partai-partai besar. “Memang belum ada yang cocok dengan visi sosialisme demokrat, bukannya kami menolak,” katanya Ihsan.

Ihsan sendiri yakin, tanpa mengandalkan oligarkhi kapital, mereka masih punya peluang untuk mengikuti pemilu. Caranya, dengan mendekatkan partai pada denyut nadi kebutuhan rakyat. “Makanya kami membuka kantor kami sekaligus sebagai posko untuk menerima keluhan rakyat yang akan kita advokasi,” katanya.

Diskusi Partai  Prima di Kubukkopi, Bali – RFH

Pengamat politik Undiknas DR Nyoman Subanda mengatakan, saat ini semua partai menghadapi tantangan dimana masyarakat cenderung bersikap apatis atau tak peduli.

“Apatisme itu ujungnya adalah tindakan yang pragmatis. Jadi keuntungan apa yang akan mereka peroleh dengan segera,” katanyadalam diskusi bertema ‘Mengapa Rakyat Harus membangun Alat Politiknya Sendiri’.

Dalam acara yang digelar oleh DPW Partai Prima itu, Subanda menyatakan, partai yang telah lama pun menghadapi masalah itu. Sebab,hanya 15 hingga 20 persen saja pendukung partai yang merupakan kader dan memahami ideologi partai.

“Bedanya, partai yang lebih lama sudah memiliki basis konstituen yang sudah jelas dan bisa disasar dalam setiap kontestasi 5 tahunan,” jelas Dekan Fisip Undiknas itu.

Namun demikian, sejumlah peluang bisa dibangun oleh partai baru jika mereka mampu untuk langsung menyentuh persoalan rakyat. Peluang juga bisa dimaksimalkan dengan memanfaatkan media sosial dalam menciptakan branding partai.

Mantan Komisioner KPU Bali Wayan Jondra pun menegaskan hal itu. “Itu harganya akan beda di derah perkotaan dengan pedesaan, setiap tanda-tangan harus menyediakan dana,” katanya.

Dari pengalaman, ada juga parta yang memilih mencari cara shortcut misalnya dengan mencari KTP di leasing atau pihak lain yang memilikinya. Selanjutnya pemalsuan tanda -tangan pun dilakukan. “Itu pengalaman di KPU, untung KPU tak bisa mempidanakan pemalsuan seperti itu,” katanya.

Menanggapi berbagai pandangan tersebut, Wakil Ketua DPW Partai Prima Ihsan Tontowi menyatakan optimismenya. “Tentu harus ada kerja keras, dan memanfatakan berbagai instrumen yang ada,” katanya. Salah-satunya, kata dia, dengan merancang semua kantor partai sebagai posko pengaduan rakyat mengenai masalah apapun, khususnya dalam masalah hukum.

Mereka juga melihat peluang di kalangan milenial yang merasa oligarkhi partai yang ada saat ini kurang memberi jalan kepada aspirasi politik mereka. (kanalbali/RFH)

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.