LAST ORDER mestinya menjadi single yang mengakhiri penampilan The Aristocrats di Gedung Dharmanegara Alaya, Denpasar, Bali, Rabu (15/2) malam. Beatnya mengalun pelan ditingkahi lengkingan suara gitar Guthrie Govan yang juga menjadi pencipta lagu itu.
“Lagu ini memang terinspirasi bunyi bel yang menandai order terakhir di sebuah bar sebelum mereka tutup,” sebutnya.
Alih-alih menjadi penutup, teriakan ratusan penonton agar mereka kembali bermain setelah lagu itu tak mampu ditolak. Di sesi terakhir itu, mereka bahkan meminta penonton untuk memberi aba-aba dalam tiga sesi dari lagu Blues Fucker.
BACA JUGA: Dion Devano Kritisi Kecanduan Tiktok Lewat Single Tokxic
Interaksi memang menjadi penanda penting penampilan grup fusion rock yang berdiri di tahun 2011 ini. Selain Guthrie, personel lainnya adalah Marco Minnemann (drummer) dan Bryan Beller ( bass).
Sang drummer bahkan mengawali penampilan dengan menyanyikan lagu anak-anak berbahasa Bali Meong-meong yang akrab dengan penonton. Kontan tepuk tangan bergemuruh dan suasana langsung mencair.
Mereka lalu saling bergantian untuk memperkenalkan lagu yang akan dibawakan dengan menceritakan kisah di balik pembuatannya. Sebagian besar ternyata adalah lelucon tentang kehidupan sehari-hari sebagaimana nama band yang kabarnya adalah sebentuk parodi dari kehidupan para bangsawan.
Sebut saja karya The Ballad of Bonnie and Clyde yang dibuat Bryan Beller. Inspirasinya adalah ketika alat musiknya dicuri orang. Si pencuri berhasil ditangkap polisi, tapi tak satu pun instumen musik yang kembali padanya.
Namun bukan berarti tak ada hal yang lebih serius. Seperti pada lagu karya Terrible Lizard yang berlanjut pada lagu Bad Asteroid. Lengkingan gitar Gutrie mengajak untuk menjelajah ke masa dinosaurus kemudian membayangkan suasana saat meteor berjatuhan dari langit untuk mengakiri masa itu.
Kekhasan dari grup ini juga adalah pukulan drum yang begitu variatif. Marco Minnemann sempat memberi tekanan lewat aksi solonya yang diberi tajuk manuver Aristoclub, sebuah solo drum yang memiliki aksentuasi kuat pada kecepatan, progresi yang sangat dinamis, juga tentu saja kombinasi yang penuh simpangan.
Menariknya, ada permintaan khusus agar penonton tak menghidupkan gawainya untuk memotret dan merekam video di pentas ini. “Mereka ingin penonton benar-benar menikmati musiknya,” kata promotor Agung Bagus Mantra dari M’Cast Pregina.
Pria yang akrab disapa Gus Mantra itu menyatakan, sebagian besar penonton adalah dari kalangan musisi sehingga pertunjukan itu menjadi semacam “Master Class” untuk melihat keunggulan tehnik yang dimiliki band asal Amerika itu.
“Bali menjadi satu-satunya daerah di Indonesia yang dipilih The Aristocrats dalam project The Defrost Tour Asia 2023,” katanya. Sebelum ke Bali, grup ini sudah bermain di 3 kota di Jepang dan dari Bali mereka akan terbang ke Mumbai, India.
Kehadiran mereka ke Bali berawall dari pertemanan Gus Mantra dengan tour manager band ini. “Mereka tertarik karena belum pernah ke Bali yang terkenal akan keindahannya. Tapi yang diminta adalah konser yang intimate dengan jumlah penonton terbatas,” ujarnya.
Kemunculan pertama The Aristocrat sendiri adalah lewat pertunjukan mereka di acara NAMM Anaheim 2011 yang kemudian menghasilkan album The Aristocrats. Tercatat, hanya dalam delapan hari peluncuran album, The Aristocrats dipuji sebagai publikator musik terkemuka di seluruh dunia. Beberapa nomor populer di antaranya adalah Boing!, I’m in the Back, Sweaty Knockers dan Bad Asteroid.
Selama dekade berikutnya, The Aristocrats memproduksi tiga album yang dua di antaranya mendarat di Billboard Top 10 Jazz Chart. Mereka juga melakukan kolaborasi dengan para musisi dunia kenamaan seperti Steven Wilson, Hans Zimmer, Joe Satriani, Steve Vai, Dethklok, Steve Hackett, John Pettruci serta Hans Zimmer.
Lalu beberapa tur dunia mereka menghasilkan tiga album live. Yang terbaru adalah FREEZE! Live In Europe 2020. Album ini menjadi semacam dokumen pedih dari band yang memuncak dengan single You Know What…? karena digarap hanya dua minggu sebelum era COVID dimulai.
Tentang pertunjukan di Asia termasuk Bali, mereka menulis di situs resmi The Aristocrats.
“Kami merasa senang dan bersyukur dapat memainkan perpaduan unik musik kami untuk penonton Asia. Dari tempat yang kami kenal dengan baik seperti Jepang, kemudian pertunjukan pertama kami di Bali dan selanjutnya melintasi India, serta kunjungan kembali ke Hong Kong, Taiwan, dan Vietnam, sungguh menakjubkan. Betapapun liar dan eksperimentalnya musik yang kami sajikan, semua dapat dinikmati. Bahasa musik itu memang universal.”. (ROFIQI HASAN)
Foto-foto; Dok. Mantra Cast Pregina
Be the first to comment